2 Rukyah (melihat) imam dengan sekiranya tidak dihalangi oleh sesuatu apapun. Oleh karena itu, ketika makmum perempuan dihalangi oleh kain penutup, maka jika tidak menghalangi sampainya ke imam karena dapat ditembus dengan melewatinya dan tidak menghalangi rukyah karena ditutup dengan penutup yang tipis (transparan) atau tebal namun terbuka
a. Pengertian Tafsir Ijmali. Metode tafsir ijmali ialah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dipahami dan mudah dibaca. Sistematika penulisannya menurut susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar al-Qur’an padahal yang didengarnya itu tafsirnya. b. Ciri-Ciri Metode Tafsir Ijmali. Ciri-ciri dari metode ini adalah mufassir menafsirkan al-Qur`an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan muqarin dan penetapan judul maudu’i. Dalam metode ijmali tidak ada ruang untuk mengemukakan pendapat sendiri. Itulah sebabnya, kitab kitab tafsir ijmali tidak memberikan penafsiran secara rinci, tapi ringkas dan umum, sehingga seakan-akan kita masih membaca al-Qur`an padahal yang dibaca adalah tafsirnya. Namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak luas, tetapi tidak seluas pembahasan pada tafsir tahlili. c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmali. Dalam kaitan ini metode ijmali dalam penafsiran al-Qur`an memiliki kelebihan. Diantaranya adalah sebagi berikut 1. Praktis dan mudah dipahami praktis tanpa berbelit-belit. Sesuai bagi yang ingin memperoleh pemahaman ayat-ayat al-Qur`an dalam waktu yang relatif singkat. 2. Bebas dari penafsiran isra`iliyyat, dikarenakan ringkasnya penafsiran. 3. Menggunakan bahasa yang singkat dan dekat dengan bahasa al-Qur`an. Karena mufassir langsung menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan sinonimnya dan tidak mengemukakan ide-ide atau pendapatnya secara pribadi. d. Kelemahan Metode Ijmali. Kelemahan metode ini antara lain sebagai berikut 1. Kurang diperhatikan kaitan antara satu ayat dengan ayat-ayat yang lain. 2. Ruangan penafsiran terbatas untuk penjelasan yang Juga Pengertian Tafsir Tahlili, Kelebihan Tafsir Tahlili dan Kelemahan Tafsir Tahlili Pengertian Tafsir Maudu’i, Contoh, Bentuk Tafsir Maudu’i, Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Maudu’i Pengertian Tafsir Muqarin, Ruang Lingkup, Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Muqarin e. Contoh Kitab Tafsir Ijmali. Contoh kitab tafsir ijmali adalah Tafsir al-Qur`an al-Karim karya Muhammad Farid Wajdi, dan at-Tafsir al-Wasit terbitan Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah, dan Tafsir al-Jalalain karya Jalaluddin al-Suyuti dan Jalaluddin al-Mahalli serta Taj al-Tafasir. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian tafsir ijmali, ciri-ciri metode tafsir ijmali, kelebihan dan kelemahan metode ijmali. Sumber buku Siswa Kelas X MA Tafsir Ilmu Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.
Beberapakelebihan dari tafsir metode ini adalah: 1) Dapat mengetahui dengan gampang tafsir suatu surat atau ayat, sebab susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf. 2) Praktis mengetahui munasabah (korelasi) antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya. Result for Tafsir Tahlili Pengertian Ciri Cii Contoh Kelebihan Dan TOC Daftar IsiTafsir Tahlili, Pengertian, Contoh, Kelebihan dan Kekurangan - WISLAHJun 4, 2022 Diantara kelebihan tafsir Tahlili adalah Tafsir Tahlili merupakan tafsir tertua yang digunakan oleh mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Tafsir Tahlili mencakup ruang lingkup yang sangat luas, aspek kebahasaan, sains dan pengetahuan, fiqih dan Tafsir Tahlili, Kelebihan Tafsir Tahlili dan Kelemahan b. Kelebihan Tafsir Tahlili. Beberapa kelebihan dari tafsir metode ini adalah 1 Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf. 2 Mudah mengetahui munasabah korelasi antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat Tafsir Tahlili Kelebihan Dan Kekurangan - Penerbit Al Quran Oct 22, 2021 Beberapa kelebihan dari tafsir metode tahlili, yaitu 1. Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, sebab susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf. 2. Praktis mengetahui munasabah korelasi antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat lainnya. Tafsir Tahlili - 23, 2021 Ciri-Ciri tafsir dengan metode tahlili antara lain 1. Mengemukakan munasabah korelasi antara ayat atau surat 2. Menjelaskan sebab-sebab turunya al-Quran 3. Menganalisis lafadz atau mufrodat dengan sudut pandang kebahasaan/linguistic 4. Memaparkan kandungan ayat serta maksudnya secara umum TAHLILI SEBUAH METODE PENAFSIRAN AL-QURAN - COREalam perkembangan tafsir al-Quran dari dulu hingga kini, secara umum para mufassir menggunakan metode tafsir yang beragam yang diklasifikasikan menjadi empat metode. Metode tafsir Ijmlig lobal, metode tafsir Tall. analisis, metode tafsir Maudhi tematik, dan metode tafsir.PDF MENGENAL METODE TAFSIR TAHLILI - ResearchGateDec 28, 2017 Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas kemunculan tafsir ijmli, dasar dan urgensi tafsir ijmli, langkah-langkah tafsir ijmli dan kelebihan serta kekurangan tafsir Tahlili Sebuah Metode Penafsiran Al-Qur'an - ResearchGateMufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility...Tafsir Tahlili Pengertian Ciri Cii Contoh Kelebihan DanPengertian Tafsir Tahlili, Kelebihan Tafsir Tahlili dan Kelemahan. Kelebihan Tafsir Tahlili. Beberapa kelebihan dari tafsir metode ini adalah 1 Dapat mengetahui dengan mudah tafsir suatu surat atau ayat, karena susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam Tahlili Pengertian Ciri Cii Contoh Kelebihan Dan Kelemahannya Nov 17, 2022 Keistimewaan dan Kelemahannya Ciri-ciri Tafsir Tahlili Metode Tafsir tahlili memiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, ciri-ciri tersebut adalah Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat Tafsir Ijmali, Ciri-Ciri Metode Tafsir Ijmali, Kelebihan dan Pengertian Tafsir Tahlili, Kelebihan Tafsir Tahlili dan Kelemahan Tafsir Tahlili; Pengertian Tafsir Maudui, Contoh, Bentuk Tafsir Maudui, Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Maudui; Pengertian Tafsir Muqarin, Ruang Lingkup, Kelebihan dan Kelemahan Tafsir Muqarin; e. Contoh Kitab Tafsir Tafsir Tahlili, Kelebihan Tafsir Tahlili Dan Kelemahan Jan 6, 2019 Beberapa kelebihan dari tafsir metode ini adalah 1 Dapat mengetahui dengan gampang tafsir suatu surat atau ayat, sebab susunan tertib ayat atau surat mengikuti susunan sebagaimana terdapat dalam mushaf. 2 Praktis mengetahui munasabah korelasi antara suatu surat atau ayat dengan surat atau ayat Tahlili Pengertian Contoh Kelebihan Dan KekuranganJun 4, 2022 Diantara kelebihan tafsir Tahlili adalah Tafsir Tahlili merupakan tafsir tertua yang digunakan oleh mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Tafsir Tahlili mencakup ruang lingkup yang sangat luas, aspek kebahasaan, sains dan pengetahuan, fiqih dan Tafsir Tahlili dalam Menafsirkan Al -Quran Analisis pada dasar dan urgensi, langkahlangkah metode tafsir - tahlili, pengaplikasian metode tahlili pada kitab tafsir al-Munir serta kelebihan dan kekurangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara kerja tafsir tahlili dengan pembahasan yang rinci di dalamnya sehingga maksud ayat dapat tersampaikan. Walaupun metode ini merupakan metode awal ...Tafsir Tahlili ahmadmubarok212Mar 25, 2014 Tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Quran secara detail dari mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini mengkaji Al-Quran dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering digunakan daripada tafsir-tafsir yang Tafsir tahlili,ijmali,maudhui,muqorrinApr 17, 2015 tentang metodologi tafsir al-quran penafsiran al-quran Tujuan Tujuan penulisan makalah ini sebagai tugas untuk mata kuliah Metodologi Study Islam Untuk menambah wawasan khasanah keislaman kita, terutama dalam metode penafsiran al-quran yang sangat urgent bagi kehidupan Makalah TAFSIR TAHLILI - BloggerNov 27, 2013 1. Apa yang dimaksud dengan tafsir Tahlili? 2. Bagaimana ciri-ciri dari tafsir Tahlili? 3. Apa Contoh tafsir Tahlili? 4. Apa keistimewaan dan kelemahan tafsir Tahlili? BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Tafsir TahliliPengertian Tafsir Ijmali, Ciri-Ciri Metode Tafsir Ijmali, Kelebihan Dan Jan 6, 2019 Diantaranya yaitu sebagi berikut 1. Mudah dan gampang dipahami mudah tanpa berbelit-belit. Sesuai bagi yang ingin memperoleh pemahaman ayat-ayat al-Qur`an dalam waktu yang relatif singkat. 2. Bebas dari penafsiran isra`iliyyat, dikarenakan ringkasnya penafsiran. 3. Menggunakan bahasa yang singkat dan bersahabat dengan bahasa al-Qur` Tafsir Ijmali, Ciri-ciri, dan Kelebihan Serta KekurangannyaFeb 3, 2023 Namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak luas, tetapi tidak seluas pembahasan pada tafsir tahlili. C. Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmali. Dalam kaitan ini metode ijmali dalam penafsiran al-Qur`an memiliki kelebihan. Diantaranya adalah sebagi berikut 1. Praktis dan mudah dipahami praktis tanpa Tahlili dan Ijmali Dalam Menafsirkan Al-Quran Al-KarimPembahasan. Metode Penafsiran al-Quran al-Karim. Maksud dari istilah asalib al-Quran adalah sebuah metode untuk menyampaikan makna-makna al-Quran kepada penuntut ilmu dan mendekatkannya pada makna yang sesuai. Para pakar ulum al-Quran al-Karim atau ulum al-Tafsir menyebutkan empat metode penafsiran 1. Metode Tahlili analitikMakalah Tafsir Tahlili ~ Aneka Ragam MakalahA. Pengertian Tafsir Tahliliy Kata tahlili berasal dari bahasa Arab yakni hallala-yuhallilu yang berarti menguraikan atau menganalisa jadi Tafsir Tahlili analitis atau yang juga disebut dengan tafsir tajzii merupakan suatu metode yang bermaksud menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Alqur'an dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu METODE TAFSIR TAHLILI AL-THABARI - terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran israiliat, dan lain-lain. Dalam sejarahnya Metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jamul Bayn f Tafsr al-Qurn karya Ibnu Jarir at-Thabari. Karya at-Thabari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang ...Pengertian Tafsir Ijmali Dan Ciri-Ciri Metode IjmaliOct 21, 2021 Kelebihan Metode Tafsir Ijmali. 1. Mudah dipahami tanpa berbelit-belit. Sesuai dengan sebutannya, tafsir ijmali merupakan penafsiran yang menafsirkan suatu ayat secara ringkas dan mudah dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga, pesan-pesan yang terkandung dalam tafsir ini, sangat mudah dipahami oleh pembaca. // Pengertian Tafsir Ijmali. Tafsir Muqaran Kelebihan Dan Kekurangan - Penerbit Al Quran Oct 22, 2021 Pengertian Tafsir Muqaran Kelebihan Dan Kekurangan Metode tafsir muqarin adalah metode penafsiran yang menyajikan penafsiran dengan membandingkan satu tafsir dengan tafsir lainnya, satu ayat dengan ayat lainnya, surah satu dengan lainnya, tema-tema tertentu ataupun ayat Al Quran dengan dan Ciri-Ciri Tari Tradisional beserta ContohnyaJun 11, 2023 Pengertian dan Ciri-Ciri Tari Tradisional. Perbesar. Sebutkan ciri-ciri tari tradisional. Sumber Tari tradisional adalah jenis tarian yang berasal dari hasil ekspresi manusia terhadap keindahan dengan latar belakang ataupun sistem budaya masyarakat milik kesenian Keywords For Tafsir Tahlili Pengertian Ciri Cii Contoh Kelebihan Dan For You BERITADIY - Bacaan Surat Yasin lengkap 83 ayat teks Arab, latin, dan artinya untuk amalan saat malam Jumat, ini link online PDF full tersedia di sini. Membaca Surat Yasin lengkap 83 ayat saat malam Jumat menjadi salah satu amalan yang dapat dilakukan umat muslim.. Surat yang terdiri dari 83 ayat ini tergolong ke dalam Surat Makiyyah karena diturunkan kepada Rasulullah SAW di Kota Makkah.BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur’an adalah kallamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup umat manusia agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka dari itu, kita sebagai umat manusia harus bisa memahami isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk bisa memahami isi kandungannya lahirlah ilmu tafsir. Ilmu tafsir menurut beberapa ulama dibagi menjadi empat macam yaitu, tafsir Tahlili, tafsir Ijmali, tafsir Muqaran, dan tafsir Mawdlu’i. Namun, yang akan kita bahas kali ini yaitu tentang tafsir Tahlili. Tafsir Tahlili adalah ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an secara detail dari mulai ayat demi ayat, surat demi surat ditafsirkan secara berurutan, selain itu juga tafsir ini mengkaji Al-Qur’an dari semua segi dan maknanya. Tafsir ini juga lebih sering digunakan daripada tafsir-tafsir yang lainnya. Beberapa ulama membagi tafsir Tahlili menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. B. Rumusan Masalah Ø Apa metode tafsir Tahlili itu Ø Apa ciri-ciri dari tafsir Tahlili Ø Contoh tafsir Tahlili Ø Apa kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili C. Tujuan Penulisan ü Memahami definisi dari tafsir Tahlili ü Mengetahui ciri-ciri tafsir Tahlili ü Mengetahui kelebihan dan kekurangan tafsir Tahlili BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Tafsir Tahlili Sebelum kita mendefinisikan tentang metode tafsir Tahlili, ada baiknya kita mendefinisikan pengertian dari metodologi tafsir itu sendiri. Metodologi tafsir adalah suatu pengetahuan mengenai cara yang ditempuh dalam menelaah, membahas, dan merefleksikan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara apresiatif berdasarkan kerangka konseptual tertentu sehingga menghasikan suatu karya tafsir yang representatif.[1] Orang yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an disebut mufasir. Metode tafsir oleh para ulama dibagi menjadi empat macam, yaitu Tafsir Tahlily, Tafsir Ijmaly, Tafsir Muqaran, Tafsir Mawdlu’y. Dari beberapa macam metode tafsir di atas, yang kita akan bahas kali ini adalah tentang tafsir Tahlili. Tafsir Tahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.[2] Selain itu, ada juga yang menyebutkan tafsir tahlili adalah tafsir yng mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, ayat demi ayat dan surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushhaf Utsmany. Untuk itu ia menguraikan kosa kata dan lafadz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur i’jaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistinbathkan dari ayat, yaitu hukum fikih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, aqidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, dan isti’arah.[3] Di samping itu juga mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya Ali Hasan Arid, 199441[4]. Dengan demikian sebab nuzul ayat atau sebab-sebab turun ayat, Hadits-hadits Rosulloh SAW dan pendapat para sahabat dan tabi’in-tabi’in sangat dibutuhkan. Maka, tafsir tahlili merupakan ilmu tafsr yang menafsirka ayat-ayat Al-Qur’an secara berurutan dari ayat per ayat sesuai urutan pada mushaf utsmani, menjelaskan setiap ayatnya secara detail yang meliputi beberapa hal antara lain, isi kandungan ayatnya, asbab al nuzulnya, dan lain-lain. Metode tafsir Tahlili ini sering dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Namun, sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebarithnab, sepeti Al-Alusy, Al-Fakhr Al-Razy, Al-Qurthuby dan Ibn Jarir Al-Thabary. Ada juga yang menemukakan secara singkatijaz, seperti Jalal al-Din Al-Shuyuthy, Jalal al-Din Al-Mahally dan Al-Sayyid Muhammad Farid Wajdi. Ada pula yang mengambil pertengahan musawah, seperti Imam Al-Baydlawy, Syeikh Muhammad Abduh, Al-Naysabury, dll. Semua ulama di atas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan metode Tahlili, akan tetapi corak Tahlili masing-masing berbeda.[5] Para ulama telah membagi wujud metode tafsir Tahlili menjadi tujuh macam, yaitu tafsir bil Ma’tsuri, tafsir bir Ra’yi, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, tafsir Adab al-ijtimi’i. 1 Tafsir Tahlili bentuk Ma’tsuri / tafir bi al-Ma’tsuri riwayat Tafsir bil Ma’tsuri yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat lain, dengan sunnah nabi SAW, dengan pendapat sahabat nabi SAW, dan dengan perkataan tabi’in. Menurut Subhi as-Shalih, bentuk tafsir seperti ini sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak shahihSubhi as Shahih, 2 Tafsir Tahlili Bentuk bir Ra’yi / tafsir bi al-Ra’yi Tafsir bir Ra’yi merupakan cara penafsiran Al-Qur’an dengan dan penalaran dari mufasir itu sendiri. Mufasir dalam metode ini diberi kebebasan dalam berpikir untuk menafsirkan Al-Qur’an. Hal tersebut tentu dibatasi oleh kaidah-kaidah penafsiran Al-Qur’an, agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam menafsirkan Al-Qur’an. 3 Tafsir Tahlily Bentuk Shufi Tafsir Shufi mulai berkembang ketika ilmu-ilmu agama dan sains mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di seliruh pelosok dunia dan mengalami kebangkitan dalam segala seginya. Tafsir ini lebih menekankan pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayatnoleh para tasauf.[7] Metode bentuk ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis.[8] Dalam bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sedangkan dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyara tersembunyi.[9] 4. Tafsir Tahlili Bentuk Fikih Tafsir Fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan.[10] Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab fikih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda.[11] 5. Tafsir Tahlili Bentuk Falsafi Tafsir Falsafi merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filsafat. Pendekat filsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an.[12] 6. Tafsir Tahlili Bentuk Ilmi Tafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama.[13] 7. Tafsir Tahlili Bentuk Adab Al-Ijtima’i Adab Al Ijtima’i Tafsir adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang brkaitan dengan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengarQuraish Shihab, 199773.[14] Jadi, metode tafsir tahlili ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsuri, bi al-Ra’yi, Shufi, Fikih, Falsafi, Ilmi, dan Adab al-Ijtima’i. Semua bentuk tafsir tahlili memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsuri adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shufi adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasauf. Tafsir fikih adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafi adalah tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan filsafat. Tafsir ilmu adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Dan yang terakhir tafsir adab al-ijtima’i adalah tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. B. Ciri-ciri Tafsir Tahlili Metode Tafsir tahlili mamiliki ciri khusus yang membedakannya dari metode tafsir lainnnya, cirri-cari tersebut adalah 1. Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat An-Nas. 2. Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam Al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun nuzulnya. 3. Bahasa yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir ijmali. C. Contoh-contoh Tafsir Tahlili Ada cukup banyak contoh tafsir tahlili, antara lain[15] Ø Contoh tafsir tahlili dalam bentuk bi al-ma’tsuri yang menafsirka Al-Qur’an dengan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Rasullullah SAW untuk menjelaskan sebagian kesulitan yang ditemui oleh para sahabat semasa Rasulullah SAW masih hidup. Seperti penafsiran hadits Rasulullah SAW terhadap pengertian الغضو ب عليهم dan الضا لين 17, penjelasan beliau tentang firman Allah الذ ين امنواولم يلبسواايمانهم بظلم 682 dan firman Allah يايهاالذين امنوااتقواالله حق تقاته 3102 dan lain-lain. Ø Contoh yang dalam bentuk shufi, yaitu Al-Alusy berkata tentang isyarat yang diberikan oleh firman Allah 245, sebagai berikut واستعينوابالصبروالصلوة وانها لكبيرةالاعلى الخشعين “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusu’”. Bahwa shalat adalah sarana untuk memusatkan dan mengkonsentrasikan hati untuk menangkap tajally penampakan diri Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk menerima cahaya-cahaya dari tajally-tajally Allah yang amat halus dan menangkap kekuasaan-Nya yang perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada di hadapan Allah dan hanya kepada-Nyalah mereka kembali, dengan menghancurkan sifat-sifat kemanusiaan mereka fana’ dan meleburkannya ke dalam sifat-sifat Allah baqa’, sehingga mereka tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai Raja yang Maha Halus dan Maha Perkasa. Dari beberapa contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa tafsir tahlili itu menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan bentuknya atau mempunyai karakter itu, masih ada banyak lagi contoh dari tafsir tahlili. Ada cukup banyak contoh kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini, antara lain[16] 1 Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary 2 Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy 3 Madarik al –Tanzil wa Haqaiq al-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Mahmud Al-Nasafy 4 Anwar al-Tanzil wa Asrarnal-Ta’wil, karangan Al-Ustadz Al-Baydlawy 5 Tafsir Al-Qur’an al-Adhim, karangan Imam Al-Tustury 6 Haqaiq al-Tafsir, karangan Al-Allamah Al-Sulamy w. 421 H 7 Ahkam Al-Qur’an, karangan Al-Jasshash w. 370 H 8 Al-Jami’ li Al-Qurthuby w. 671 H 9 Mafatih al-Ghaib, karangan Al-Fakhr Al-Razi w. 606 10 At-Tafsir al-Ilm li al-Kauniyat al-Qur’an al-Karim, karya Hanafi Ahmad 11 Al-Islam Yatahadda, karangan Al-Allamah Wahid al-Din Khan 12 Tafsir al-Manar, karya Rasyid Ridha w. 1345 H 13 Tafsir Al-Qur’an al-Karim, karya Mahmud Salthut Dan masih banyak lagi contoh kitab yang berdasarka atau yang menggunakan metode tafsir tahlili ini. D. Kelebihan dan Kekurangan tafsir Tahlili Semua metode tafsir pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan, demikian halnya metode tafsir Tahlili, juga mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sebagaimana manusia yang tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Diantara kelebihan dan kekurangan metode Tahlili ini adalah 1. Kelebihan Metode Tafsir Tahlili[17] a Ruang lingkupnya luas. Penafsir dapat menggunakan dua bentuk, bil ma’tsuri atau bir ra’yi. Yang bir ra’yi juga bisa menggunakan corak sesuai dengan kecenderungan dan kehlian penafsir, yang ahli bahasa bisa menekankan pada aspek kebahasaannya, yang ahli qiraat bisa menekankan pada aspek qiraatnya, demikian juga ahli filsafat, tasawuf fan lain-lain. b Memuat berbagai ide. Tafsir tahlili memberikankesenpatan seluas-luasnya bagi mufasir untuk menuangkan berbagai ide dan gagasannya dalam menafsirkan Al-Qur’an. Dengan dibukanya pintu selebar-lebarnya bagi mufasir untuk mengemukakan pemikirannya dalam menafsirkan Al-Qur’an, maka lahirlah berbagai kitab tafsir yang berjilid-jilid seperti tafsir at-Thabari 15 jilid, tafsir ruh al-ma’ani 16 jilid tafsir Fakhr ar-Razi 17 jilid al-Maraghi 10 jilid dan lain-lain. c Metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, karena metode ini telah digunakan sejak masa Nabi Muhammad SAW. d Ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf yang ternyata mempunyai hubungan atau kaitan munasabah yang erat sekali. Selain itu alur ceritanya pas atau nyambung walaupun beda ayat. Dalam hal ini justru penafsiran satu surat penuh akan menampilkan jalan cerita yang komplit dan berurutan.[18] 2. Kekurangan Metode Tafsir Tahlili[19] a Menjadikan petunjuk Al-Qur’an parsial. Seperti halnya metode global, metode tahlili juga membuat petunjuk Al-Qur’an bersifat parsial atau terpecah-pecah. Sehingga terasa seakan-akan Al-Qur’an memberikan pedoman secara tidak komprehensif dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada satu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya. Terjadinya perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh kurang diperhatikannya ayat-ayat lain yang mirip atau sama dengannya. b Menghasilkan penafsiran yang subjektif. Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa tafsir tahlili telah memberikan peluang yang luas kepada mufasir untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya. Sehingga terkadang mufasir tidak sadar bahwa ia telah menafsirkan ayat Al-Qur’an secara subjektif, dan tidak mustahil juga ada diantara mereka yang menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaedah-kaedah dan norma-norma yang berlaku. Hal tersebut dapat terjadi juga karena berawal dari fanatisme mazhab yang terlalu mendalam. c Masuknya pemikiran isra’iliyat. Dikarenakan tidak adanya pembatasan bagi para mufasir untuk menuangkan pemikirannya maka berbagai pemikiran dapat masuk kedalamnya tidak terkecuali pemikiran isra’iliyat. Sepintas lalu sebenarnya kisah-kisah isra’iliyat tidak ada persoalan, selama tidak dikaitkan dengan pemahaman Al-Qur’an. Tetapi bila dihubungkan dengan pemahaman kitab suci, timbul problem karena akan terbentuk opini bahwa apa yang dikisahkan di dalam cerita ini merupakan maksud dari firman Allah SWT, padahal belum tentu cocok dengan apa yang dimaksudkan Allah dalam firman-Nya tersebut. Isra’iliyat adalh segala sesuatu yang bersumber dari kebudayaan yahudi atau nasrani, baik yang termaktub di dalam kitab Taurat, Injil dan penafsiran-panafsirannya maupun pendapat orang-orang yahudi atau nasrani mengenai ajaran agama mereka.[20] BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tafsir Tahlili merupakan suatu metode tafsir Al-Qur’an yang cara penafsirannya dilakukan secara detail dari setiap ayat-ayat yang ditafsir. Aspek yang dibahas dalam metode tafsir tahlili, yaitu kosa kata, lafadz, arti yang dikehendaki, dan sasaran yang dituju dari kandungan ayat yang ditafsir, yaitu unsur ijaz, balaghah, dan keindahan kalimat. Aspek pembahasan makna dari ayat yang ditafsir, meliputi hukum fikih, dalil syar’i, norma-norma akhlak, akidah atau tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, dan lain-lain. Selain itu juga mengemukakan tentang kaitan ayat-ayat dan relevansinya dengan surat sebelum dan sesudahnya. Metode ini telah dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam yaitu, tafsir ma’tsur, tafsir ra’i, tafsir Shufi, tafsir Fikih, tafsir Falsafi, tafsir Ilmi, dan tafsir Adab Al-Ijtima’i. Semua bentuk atau corak dari metode tafsir tahlili di atas memiliki karakter tersendiri, namun metode penafsirannya sama yaitu dengan menggunakan metode tafsir tahlili. Ciri-ciri dari metode tafsir tahlili, antara lain 1 Mufasir menafsirkannya ayat per ayat secara berurutan sesuai dengan urutan pada mushaf ustmani. 2 Mufasir menjelaskan isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an secara konfrehensif dan menyeluruh. 3 Tafsir ini dijelaskan secara pahjang lebar. Ada banyak contoh dari metode tafsir tahlili ini, baik itu contoh ayat yang ditafsirkan dengan menggunakan metode tafsir tahlili maupun contoh kitab, atau mufasir yang menggunakan metode tafsir tahlili dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Adapun contoh dari kitab yang menggunakan tafsir tahlili, yaitu kitab Jami’ al-Bayan fy Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir Al-Thabary, Ma’alim al-Tanzil yang dikenal dengan Al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam Al-Baghawy, dan masih ada banyak lagi contoh-contoh yang lain. Selain itu semua, metode tafsif tahlili ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tafsir ini antara lain, ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide, metode tahlili adalah merupakan metode tertua dalam sejarah penafsiran Al-Quran, ayat-ayat al-Qur’an yang kita lihat sekarang urut-urutannya sesuai dengan mushaf, dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Selain kelebihan, adapun kelemahannya, yaitu Al-Qur’an sebagai petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Demikianlah makalah dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan tentunya bagi penulis itu sendiri. Kritikan dan saran akan kami tunggu demi bertambah baiknya makalah ini. DAFTAR PUSTAKA a Kholis, Nur, Pengantar Al-Qur’an dan Hadits, Yogyakarta Sukses Offset, 2008. b Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, YogyakartaGlaguh UH W/343, 1998. c Al-Aridl,Ali Hasan, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Jakarta PT Raya Grafindo Persada, 1994. d IAIN SYARIF HIDAYATULLAH, Pengembangan dan Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1992. e Suryadilaga, M. Al Fatih, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir , Yogyakarta TERAS, 2005. f Nasution, Khoiruddin, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA + TAZZAFA, 2009. g Shihab, M. Quraish, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya, dan Kemasyarakatan [Makalah], Ujung Padang IAIN Alaudin, 1984. [1] M. Alfatih Suryadilaga,dkk, Metodolodi Ilmu Tafsir, Yogyakarata TERAS, 2005, [2] Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta Glaguh UHIV, [3] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , hlm. 41 [4] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, [5]Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [6] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, [7] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA+TAZZAFA,2009, [8] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [9] Ibid., [10] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA+TAZZAFA,2009, [11] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [12] Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta ACAdeMIA+TAZZAFA,2009, [13] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, [14] Ibid., [15] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , hlm. 43-70 [16] Ali Hasan Al-Aridl, Sejarah dan MetodologiTafsir, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,1994 , [17] Nashruddin Ba’idan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Yogyakarta Glaguh UHIV, [18] IAIN SYARIF HIDAYATULLAH, Pengembangan dan Pengajaran Tafsir di Perguruan Tinggi Agama, Jakarta, 1992, hlm. 36 [19] Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses offset, 2008, hlm. 152-154 [20] M. Quraish Shihab, Metode Penyusunan Tafsir yang Berorientasi pada Sastra, Budaya, dan Kemasyarakatan [Makalah], Ujung Padang IAIN Alaudin, 1984,Ciriciri yang ditempuh dalam menerapkan metode analistik, yaitu; a. al-Qur'an ditafsirkan ayat demi ayat dan surat demi surat secara berurutan yang berkaitan dengan masalah tersebut. b. Menerangkan asba ArticlePDF Available AbstractTafsir tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. This method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. This is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and others. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Metode tafsir taḥlīlī merupakan salah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayatayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan lainnya. Keywords Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 1TAFSIR TAHLILISEBUAH METODE PENAFSIRAN AL-QUR’ANRosalindaUniversitas Islam Negeri Sulthan aha Saifuddin JambiRosalinda2205 tahlili method is one of the method used by classical mufassir until now in interpreting al-Qur'an verses. is method emerges because of the necessity to the detail explanation of the instruction in the Al-Qur'an. is is also because of the increasing number of moslems along with the times, not only from the Arab nations but also from non-Arabic. Mufassir with tahlili method present an explanation of Al-Qur'an verses which are based on sequence of verses in the manuscripts mushaf of Al-Quran seen from any aspects, such as compatibility of one verse with another verse munasabah al ayah, the cause of the descending verses, the meaning of verses globally, legal review contained, and additional explanation about qiroat, 'i'rab, and Tafsīr Taḥlīlī , Method of Interpreting, Taḥlīlī Rosalinda2 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019AbstrakMetode tafsir taḥlīlī merupakan s alah satu metode yang digunakan oleh para mufassir klasik hingga kini dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini lahir karena kebutuhan terhadap penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci yang disebabkan kuantitas umat Islam yang semakin bertambah seiring perkembangan zaman, tidak hanya dari bangsa Arab saja tetapi juga non-Arab. Para mufassir dengan metode taḥlīlī menyajikan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan urutan ayat dalam mushaf dilihat dari berbagai aspeknya, seperti munāsabah ayat, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan Tafsīr Taḥlīlī , Metode Tafsīr, Taḥlīlī Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 3A. PENDAHULUANDalam perkembangan tafsir al-Qur’an dari dulu hingga kini, secara umum para mufassir menggunakan metode tafsir yang beragam yang diklasikasikan menjadi empat metode. Metode tafsir Ijmāli global, metode tafsir Taḥlīlī analisis, metode tafsir Maudhū’i tematik, dan metode tafsir Muqārin perbandingan.1 Metode-metode tafsir tersebut memiliki keistimewan masing masing meskipun tidak dipungkiri bahwa terdapat juga kelemahan, kendati demikian penggunaan metode-metode tafsir tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin Metode ijmāli berupaya menyajikan makna global dari ayat-ayat suci al-Qur’an secara ringkas dan mudah dimengerti. Para mufassir umumnya menghimpun ayat demi ayat sesuai urutan dalam mushaf atau satu surat kemudian ditafsirkan pokok-pokok kandungan yang dimaksud dalam ayat-ayat tersebut secara Metode ini dianggap sebagai metode tafsir yang paling tua dibandingkan metode tafsir lainnya. Hal ini disebabkan karena mayoritas sahabat adalah orang Arab serta ahli bahasa Arab sehingga tidak kesulitan dalam memahami al-Qur’an, selain itu para sahabat mengetahui latar belakang turun ayat bahkan mereka ada yang menyaksikan secara langsung dan terlibat dalam situasi dan kondisi ketika ayat al-Quran turun. Bisa dikatakan bahwa para sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci dari nabi tetapi cukup dengan isyarat dan uraian Metode ini memiliki keunggulan dibandingkan metode tafsir yang lain karena dianggap simpel dan mudah dimengerti serta tidak mengandung israiliyat dan mendekati bahasa al-Qur’an namun metode ini dianggap tidak memberi celah untuk melakukan analisis yang cukup dan 1 Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an, Bandung CV Pustaka Setia, 2004, h. M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an, Jakarta Lentera Hati, 2013, h. 377. 3 Fariz Pari, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed, Jakarta Pustaka al-Husna Baru, 2004, h. 151. 4 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman, Jakarta Gaung Persada Press, 2007, h. 48. Rosalinda4 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial. Kitab-kitab tafsir yang merepresentasikan metode tafsir ini diantaranya Tafsir al-Qur’an al-Karīm karya Muhammad Farid Wajdi dan al-Wasīț karya tim majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah, Taisir al-Karīm ar-Rahmān Tafsīr kalām al-Mannan karangan Abdurrahman as-Sa’dy. Selanjutnya metode taḥlīlī atau metode analisis adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dari segala Di antara faktor yang mendorong munculnya metode ini adalah ketidakpuasan terhadap metode ijmāli dalam menafsirkan ayat al-Qur’an karena dianggap tidak memberi ruang dalam mengemukakan analisis yang memadai. Selain itu seiring perkembangan zaman maka kuantitas umat Islam semakin berkembang tidak hanya yang berasal dari bangsa Arab namun juga dari non-Arab. Perubahan dalam wacana pemikiran Islam pun tidak dapat dihindari dimana peradaban yang beragam dan tradisi non-Islam ikut berbaur dalam khazanah intelektual Islam serta mempengaruhi kehidupan umat. Oleh karena itu para pakar al-Qur’an berupaya menghidangkan penafsiran ayat al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang Jadi bisa disimpulkan munculnya tafsir tahlili karena kebutuhan umat Islam terhadap penjelasan yang rinci terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Di antara karya tafsir dengan menggunakan metode taḥlīlī adalah karangan Ibn jarir al-abari “Jami’ al-Bayān an Ta’wīl ayātil Qur’an” dan karangan al-Baghawi “Ma’alim al-Tanzīl”. Kemudian metode tafsir muqārin atau metode tafsir perbandingan adalah sebuah metode penafsiran yang bersifat perbandingan dengan menyajikan penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh mufassirīn. Metode ini lahir karena kebutuhan untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an yang kelihatannya mirip namun mengandung pengertian yang berbeda. Begitu juga ada hadits yang secara lahiriah bertentangan 5 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah, terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, 2002, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 49. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 5dengan ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini memiliki keistimewaan diantaranya memberikan wawasan penafsiran yang lebih luas kepada para pembaca, toleransi terhadap perbedaan pendapat sehingga menghindari sikap ta’āsubiyah terhadap aliran tertentu, pendapat dan komentar terhadap suatu ayat menjadi lebih kaya, bagi mufassir akan termotivasi untuk mengkaji berbagai ayat, hadits serta pendapat mufassir lainnya, meskipun memiliki banyak keunggulan, metode ini juga memiliki kelemahan, di antaranya tidak sesuai jika dikaji oleh pemula karena pembahasannya teramat luas dan lebih dominan mengkaji penafsiran ulama terdahulu dibandingkan penafsiran Di antara kitab tafsir yang menggunakan metode tafsir ini adalah karangan al-Iska “Durrat al-Tanzīl wa Ghurrat al-Ta’wīl dan al-Burhān taujih Mutasyabah al-Qur’an karya al-Karmani. Selanjutnya metode tafsir maudhū’i atau tematik merupakan metode penafsiran al-Qur’an dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki tujuan dan tema yang sama, kemudian menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turun ayat, kemudian mufassir menyajikan penjelasan dengan mengkaji seluruh aspek yang dapat digali agar mufassir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna serta menarik Kelebihan metode tafsir ini pada kemampuannya dalam menjawab tantangan zaman karena metode ini diformulasi untuk memecahkan persoalan dan disusun lebih sistematis sehingga lebih efesien waktu untuk dibaca dan tema-tema yang diangkat up to date sehingga menjadikan al-Qur’an tidak ketinggalan zaman dan menjadikan pemahaman lebih utuh. Kendati begitu, metode ini juga memiliki kekurangan dalam penjelasan ayat-ayat al-Qur’an yang sepotong-sepotong dapat menyebabkan kesan kurang etis terhadap ayat-ayat suci serta pembatasan pada tema-tema tertentu menjadikan pemahaman ayat Di antara kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini adalah Mar’ah al-Qur’an dan al-Insān karya Abbas Mahmud 7 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Jakarta Pustaka pelajar, 1998, h. Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 165-168. Rosalinda6 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019al-Aqqad, Washaya Surat al-Isra’ karangan Abd al-Hayy al-Farmawi. Dalam tulisan ini dibatasi pembahasannya pada salah satu metode dari keempat ragam metode tersebut yaitu metode tafsir taḥlīlī . B. METODE TAFSIR TAHLILI PENGERTIAN DAN SEJARAHNYASebelum menjelaskan secara lebih rinci mengenai metode tafsir taḥlīlī, penulis paparkan terlebih dahulu analisis terhadap beberapa term yang akan dibahas yaitu metode, tafsir dan taḥlīlī. Metode dalam bahasa Arab disebut manhaj jamaknya manāhij yang diterjemahkan dengan jalan yang nyata. Di dalam surat al-Ma’idah ayat 48 disebutkan “untuk tiap-tiap umat di antara kamu kami berikan aturan dan minhaj jalan yang terang. Sementara itu kata tafsīr merupakan bentuk taf ’īl dari kata al-fasr yang berarti al-bayān wa al-kasyf penjelasan dan penyingkapan. Tafsir adalah penjelasan tentang maksud rman Allah sesuai dengan kemampuan Menurut al-Zarkasyi tafsir merupakan suatu ilmu yang mengantarkan pada pemahaman terhadap kitab suci yang diturunkan pada nabi, penjelasan makna-maknanya, penggalian hukum-hukum dan hikmahnya..11 Sedangkan al-Zarqani mengatakan tafsir adalah suatu ilmu yang mengkaji al-Qur’an dari segi tanda-tanda yang mengantarkan pada maksud Allah sesuai dengan kemampuan Jadi metode tafsir yang dimaksud adalah cara langkah dan prosedur yang digunakan oleh mufassir untuk menjelaskan ayat al-Qur’an. Dengan kata lain metode mengandung seperangkat kaidah dan aturan-aturan yang harus diperhatikan oleh para mufassir agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam 10 Muhammad Husain al-Dzahabi, al Tafsīr wa al-Mufassirūn, Mesir Dar al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. 2, h. Badr al-Din al Zarkasyi, al Burhān ulūm al-Qur ’an Beir ut Dar al-Kutub al Ilmiyahh,2008, Jilid 1, h. Abd al Azhim al-Zarqani, Manāhil al-Irfān ulum al-Qur’an, Mesir Mustafa al-Babi al-Habi, Jilid II, h. 6. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 7menafsirkan ayat al-Qur’ Sementara Taḥlīlī berasal dari kata hallala-yuhallilu-tahlil yang diterjemahkan dengan “mengurai, menganalisis”.14 Atau bisa juga berarti membuka sesuatu atau tidak menyimpang Atau tafsir taḥlīlī adalah salah satu metode tafsir yang sistematis karena kandungan al-Qur’an dijelaskan berdasarkan urutan ayat-ayat di dalam mushaf yang ditinjau dari berbagai aspeknya meliputi mufaradāt ayat, munāsabah ayat yaitu melihat hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya, sebab turun ayat, makna ayat secara global, tinjauan hukum yang terkandung dan tambahan penjelasan tentang qira’at, i’rab dan keistimewaan susunanan kata-kata pada ayat-ayat yang ditafsirkan serta diperkaya dengan pendapat imam Metode tafsir taḥlīlī disebut juga metode tajzi’iyah oleh Muhammad Baqir al-Shadr yang berarti “ tafsir yang menguraikan berdasarkan bagian-bagian atau tafsir parsial”.18Metode taḥlīlī memliki ciri tersendiri dibandingkan dengan metode tafsir yang lain. Berikut ini beberapa ciri-ciri dari metode tafsir taḥlīlī Membahas segala sesuatu yang menyangkut satu ayat itu. Tafsir taḥlīlī terbagi sesuai dengan bahasan yang ditonjolkannya, seperti hukum, riwayat dan lain-lain. Pembahasannya disesuikan menurut urutan ayat. Titik beratnya adalah lafadznya. Menyebutkan munasābah ayat, sekaligus untuk menunjukkan wihdah al-Qur’an. Menggunakan asbab nuzul ayat. Mufasir beranjak ke ayat lain setelah ayat itu dianggap selesai meskipun masalahnya belum selesai, karena akan diselesaikan oleh ayat lain. Persoalan yang 13 Supiana dan arman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bnadung Pustaka Islamika, 2012, Kata tahlīl diterjemahkan dengan analysis, analyzation, sementara tahlili diterjemahkan analytic al. Lihat Rohi Baalbaki, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionar y, Beirut Dar el Ilm lil Malayin, 1995, h. Ahmad bin Faris bin Zakariya Abul Husein, Mu’jam Maqāyis al-Lugah, Juz 2, Beirut Dar al-Fikr, 1979, Muhammad bin Mukrim bin Manzur al Afriqy al Mishry Jamaluddin Abu Fadh, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dar Sadir, 2010, M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 378. 18 Muhammad Baqir al-Shadr, al Tafsir al Maudhū’I wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm, Beirut Dar al Ta’aruf, h. 9. Rosalinda8 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dibahas karena itu metode taḥlīlī memiliki ciri khas dibandingkan metode tafsir yang lain yaitu penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode tahlili merupakan penafsiran yang bersifat luas dan menyeluruh komprehensif. Ciri yang paling dominan dari metode tafsir taḥlīlī ini tidak hanya pada penafsiran al-Qur’an dari awal mushaf sampai akhir, melainkan terletak pada pola pembahasan dan dilihat sejarah tafsir taḥlīlī telah mengalami beberapa fase perkembangannya. Pada fase Awal tafsir ini hanya terdiri dari tafsiran atas kata-kata yang ambigu, aneh dan sulit. Tafsir taḥlīlī terhadap kata-kata secara kebahasaan jarang sekali pada masa nabi karena tidak adanya kebutuhan masyarakat terhadap model tafsir seperti ini karena kemampuan bahasa mereka serta tidak bercampur dengan orang Ajam/non-Arab sehingga dikatakan bahwa pada era nabi belum ada tafsir secara Kemudian pada fase kedua terjadi perluasan penafsiran besar-besaran. Hal itu menjadi kebutuhan primer bagi orang-orang yang baru masuk Islam, di mana mereka tidak menyaksikan langsung turunnya wahyu sehingga mucul kebutuhan terhadap tafsir bahasa sedikit demi sedikit hingga Islam menyebar di timur dan Dalam perkembangan selanjutnya muncul tafsir tahlili setelah ilmu-ilmu keIslaman dibukukan. Dan muncul ilmu baru yang berkhidmat pada al-Qur’an al karim. Mulai analisa nash ayat al-Qur’an dengan bentuk yang lebih luas. Pada masa ini muncul kamus-kamus kebahasaan dan ilmu bahasa semakin berkembang seperti llmu nahwu, sharaf dan balaghah. Dengan demikian muncul penjelasan nash ayat al-Qur’an secara lebih luas dalam kerangka ilmu bahasa Arab yang bertujuan menjelaskan kata-kata yang asing/gharīb dalam al-Qur’an. Oleh karena itu ditulislah buku-buku yang menjelaskan makna kata dalam al-Qur’an secara khusus, 19 Rachmat Sya’I, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, 2006, h. Zuailan, “Metode Tafsir Tahlili”, Diya al-Afkar, Juni Muhsin Abd al-Hamid, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Darul Kutub wa an-Nasyar, 1989, h. Musy ’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, al-Mu’tamar al’Ilmi as-Tsani likuliyyatil Ulumul Insaniyyah, 2013, h. 65. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 9misalnya kitab majāzul Qur’an yang ditulis oleh Abu Ubaidah H yang menafsirkan petunjuk kata al-Qur’an, menjelaskan qira’at-qira’at serta membahas gaya bahasa al-Qur’an dengan tafsir kebahasaan secara murni. Abu Ubaidah peletak pertama kajian balaghah al-Qur’an dari sisi tasybih, Kināyah, Taqdīm dan Selain itu muncul kitab ma’ānil Qur’an yang ditulis Abu Zakaria al-Fara’ yang kosentrasi pada lafaz dari segi I’rab dan derivasinya. Sementara Ma’ānil Qur’an karya Al-Akhfasy lebih fokus pada al-Aswāț al-Lughawiyah dan makhārijul Hurūf serta menjelaskan bentuk-bentuk qira’at yang beragam. Ia juga menjelaskan lafaz dan posisinya dalam kalam Arab secara bahasa, nahw, sharf dan Kemudian terjadi perkembangan dalam analisa istinbat/penetapan hukum qh yang selanjutnya mereka mulai mengkaji nash al-Qur’an dari aspek qh. Hal ini dibuktikan dengan munculnya kitab Ahkāmul Qur’an karya Imam Sya’i H. Demikian juga pengikut mazhab maliki menulis persoalan yang sama, misalnya Isma’il bin Ishaq al-Qadhi H atau sama juga dengan yang ditulis Imam al-ahawi pengikut mazhab Hana.25 Pada era ini bermunculan juga kitab tentang sebab turun ayat/asbābun nuzūl seperti yang ditulis oleh Ali bin Al Madini Kitab tentang ilmu qira’at juga mulai ditulis seperti kitab yang dikarang oleh Abi Ubaid bin al-Qasim bin Salam H, Ahmad bin Zubair al-Ku dan Ismail bin Ishaq al-Qadi H. Begitu juga pada era ini sudah ada pembukuan kitab ilmu nasikh mansūkh yang dikarang oleh Qatadah bin Da’amah al-Sadusi H, Ibnu Syihab al-Zuhri H dan Muqatil bin Sulaiman Seiring waktu karena kebutuhan terhadap tafsir yang mencakup seluruh isi al-Qur’an maka pada akhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 Hijrah ke-10 M muncul tafsir yang mengkaji keseluruhan isi al-Qur’an dan membuat model paling maju dari tafsir taḥlīlī seperti tafsir yang ditulis oleh Ibnu Majah, al- Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, Musy’an Abdu Su’ud al-Isawi, Tafsīr Tahlīli Tārikh wa Tathawur, M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Qur’an, Jakarta Pustaka Firdaus, 2008, h. 174. Rosalinda10 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Metode tafsir taḥlīlī merupakan metode penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh para mufassir klasik dan terus berkembang hingga kini. Dalam perkembangannya kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini ada yang ditulis dengan sangat panjang seperti karya Ibnu Jarir al-abari, Fakhr al-Din al-Razi dan tafsir karya al-Alusi. Sementara di antara karya tafsir dengan mentode taḥlīlī yang ditulis dengan penjelasan sedang adalah seperti tafsir karya al-Naisaburi dan Iman al-Baidhawi. Adapun contoh karya tafsir yang menggunakan metode ini dengan penjelasan yang ringkas namun jelas dan padat adalah kitab tafsir karya Jalal al-din C. TAFSIR TAHLILI KELEBIHAN DAN KEKURANGANMetode taḥlīlī sebagai salah satu metode tafsir yang popular memiliki keunggulan dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, diantaranya ruang lingkup bahasan yang sangat luas disebabkan memiliki dua bentuk tafsir yaitu tafsir ma’tsur dan ra’yu yang dapat memunculkan beraneka ragam corak disiplin dan menjadi wadah berbagai Menurut Hasan Hana metode ini memiliki kelebihan dalam memberikan informasi yang maksimal terkait lingkungan sosial, linguistik dan sejarah dari teks. Komentar klasik para sejarawan memberitakan informasi setting masa lalu dari teks sementara komentar modern dari pembaharu menunjukkan setting sosial politik modern. Di sini tujuan para modernis tidak hanya memahami makna teks melainkan juga merubah realitas. Penafsiran dengan metode ini membantu pembaca untuk memahami mentalitas para mufassir klasik, sumber pengetahuan, situasi historis dan tingkat pemahaman mereka. Penafsiran ini juga 28 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 51. Metode tahlīli memiliki beragam urgensi di antaranya Metode ini meneliti setiap bagian nash al-Qur’an secara detail tanpa meninggalkan sesuatupun, Menyeru peneliti dan pembaca untuk mendalami ilmu ilmu qur’an yang beragam, metode ini memperdalam pemikiran dan menambah kuat dalam menyelami makna ayat serta tidak puas hanya melihat makna global saja, tafsir tahlili menjadi pengantar atau asas untuk tafsir maudhu’i. Lihat Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir tahlili”, Jurnal staialhidayah, Bogor, 2017, h. 44. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 11melacak semangat zaman, kondisi seni dan periode sejarah. Hal ini menunjukkan bagaimana wahyu dikondisikan oleh sejarah dalam Metode ini telah memberikan sumbangsih yang besar dalam mengembangkan tafsir al-Qur’an. Melalui metode ini telah melahirkan karya-karya tafsir yang besar. Maka mufassir yang menghendaki penjelasan yang luas terhadap ayat-ayat al-Qur’an maka mesti menggunakan metode itu tafsir taḥlīlī biasanya selalu memaparkan beberapa hadis ataupun perkataan sahabat dan para tabiin, yang berkenaan dengan pokok pembahasan pada ayat. Juga di dalamnya terdapat beberapa analisa mufassir mengenai hal-hal umum yang terjadi sesuai dengan ayat. Dengan demikian, informasi wawasan yang diberikan dalam tafsir ini sangat banyak dan dalam. Tafsir dengan metode ini juga memperkaya arti kata-kata dengan usaha penafsiran terhadap kosa-kata ayat. luasnya sumber tafsir metode taḥlīlī tersebut. Penafsiran kata dengan metode taḥlīlī akan erat kaitannya dengan kaidah-kaidah bahasa Arab dan tidak tertutup kemungkinan bahwa kosa-kata ayat tersebut sedikit banyakanya bisa dijelaskan dengan kembali kepada arti kata tersebut seperti pemakaian aslinya. Pembuktian seperti ini akan banyak berkaitan dengan syair-syair kuno. Seperti halnya metode tafsir lainnya, metode tafsir taḥlīlī juga memiliki kekurangan. Menurut Shihab ada beberapa kelemahan dari metode tafsir taḥlīlī di antaranya bahwa penjelasan dalam beberapa kitab-kitab tafsir taḥlīlī terkesan bertele-tele karena semua yang ada dalam benak mufassir ingin dijelaskan sehingga menyebabkan kejenuhan pembaca padahal penjelasan yang disajikan tidak pernah tuntas karena terfokus pada ayat yang dibahas tanpa mengaitkannya dengan ayat lain yang memiliki keterikatan. Selanjutnya penjelasan para mufassirnya yang sangat teoritis sehingga terkesan bahwa itulah pesan al-Qur’an yang mesti diperhatikan, akibatnya membelenggu generasi yang lahir setelahnya. Kemudian Kurangnya aturan-aturan metodologis yang mesti diikuti oleh mufassir dalam menarik dan menjelaskan makna 30 Hasan Hana, Islam in the Modern world Religion, Ideolog i and Development, Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, 2000, h. 510. Rosalinda12 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dan kandungan ayat-ayat al-Qur’an menjadi kelemahan utama dari metode Selain itu metode tafsir ini membuat petunjuk al-Qur’an bersifat parsial sehingga menimbulkan kesan petunjuk yang disajikan al-Qur’an tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada sebuah ayat berbeda dengan penjelasan pada ayat lain yang serupa. Penyebab timbulnya perbedaan karena kurang perhatian pada ayat-ayat yang serupa. Misalnya pada potongan ayat Ibnu Katsir menafsirkan dengan Adam Maka ketika ia menafsirkan ayat selanjutnya , ia menjelaskan yaitu siti hawa diciptakan dari tulang rusuk yang sebelah kiri. Maka jelaslah dimaksudkan oleh Ibn Katsir dengan Adam Meskipun sekilas dalam penafsiran Ibnu Katsir tidak ada persoalan namun apabila dibandingkan dengan penafsirannya terhadap kata yang sama pada ayat lain maka akan dijumpai perbedaan seperti kata pada ayat 128 surat at-Taubah ditafsirkan dengan “jenis”/ bangsa. Maka terlihat Ibnu Katsir tidak konsisten karena kata dan itu keduanya secara etimologis berasal dari akar kata yang sama, sehingga membentuk . Perbedaan hanya terletak pada bentuk kata bentuk mufrad/tunggal dan kata dalam bentuk jamak. Jika dilihat pemakaian kata tersebut dalam al-Qur’an dalam berbagai ayat maka penafsiran dengan Adam kurang tepat karena kata Adam tidak berkonotasi jenis atau bangsa melainkan menunjuk kepada seorang individu. Dalam penafsiran Ibnu Katsir terpecah dan tidak konsisten padahal bukan al-Qur’an yang tidak konsisten tapi penafsirannya, hal tersebut disebabkan mufassir kurang memperhatikan ayat-ayat yang metode taḥlīlī juga menyebabkan penafsiran yang subjektif karena fanatisme pada aliran tertentu, sikap subjektitas dari mufassir dalam metode analisis lebih besar terjadi dibandingkan dengan tiga metode tafsir lainnya. Misalnya dalam penafsiran Ibnu Katsir terhadap ayat langsung 31 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 56. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 13dikatakannya siti hawa diciptakannya dari tulang rusuk Adam yang kiri. Penjelasannya itu didasarkan pada sebuah hadis shohih yang menyatakan bahwa wanita diciptaan dari tulang rusuk yang kiri. Hal tersebut tidak heran karena ia adalah seorang ahli hadis maka ia menafsirkan al-Qur’an melalui riwayat. Namun dalam hadis tersebut tidak ditegaskan siti hawa diciptakan dari tulang rusuk nabi Adam karena teks hadis berbunyi dari tulang rusuk secara umum namun tidak menyebut nama Adam. Munculnya kata Adam dari dalam pikiran Ibn Katsir sendiri karena secara subjektitas dalam menafsirkan kata dalam kalimat sebelumnya dengan Jadi metode taḥlīlī memberikan ruang kepada para mufassir untuk menuangkan gagasan dan pemikirannya. Seringkali para mufassir tidak menyadari melakukan penafsiran yang subjektitas dengan tidak mengindahkan kaedah-kaedah yang itu dengan menggunakan metode taḥlīlī dalam menafsirkan ayat al-Qur’an masuknya pemikiran isra’iliyat pun tidak dapat Terkait dengan Israiliyat yang mungkin terkadang masuk dalam informasi yang diberikan mufassir. Juga sama halnya dengan berbagai hadis lemah yang tidak selayaknya digunakan pada tempat dan kondisi sesuai. Akan tetapi dengan analisa kritis yang mendalam, kelemahan ini sangat mungkin untuk dihindarkan. Selayaknyalah memang seorang mufassir yang berkompeten untuk memberikan perhatian serius terhadap sumber informasi yang ia gunakan dalam menafsirkan sebuah ayat. Israiliyyat tidaklah begitu sulit untuk dikenali, konsepnya hanyalah apakah informasi tersebut mempunyai sumber yang jelas atau tidak, bila sumbernya jelas dan kuat maka informasi tersebut bisa dipakai dan sebaliknya. Begitu juga dengan hadis-hadis dha’if ataupun pendapat-pedapat para sahabat maupun tabi’in. Hukum dasar hadis da’if adalah tidak boleh diamalkan, hal ini tentu saja berlaku dalam pemakaian sebagai sumber tafsir. Hadist dha’if 33 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. Hujair Sanaky, “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, 2018, h. 277. 35 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 53-60. Rosalinda14 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019tersebut hanya bisa dipakai sebagai penguat apabila ada hadis yang lebih kuat menjelaskan senada dengan hadis da’if tersebut. Misalnya penafsiran al-Qurtubi tentang penciptaan manusia pertama yang terdapat dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi yang artinya Allah menciptakan Adam dengan tanganNya sendiri langsung dari tanah selama 40 tahun. Setelah kerangka itu siap lewatlah para malaikat di depannya. Mereka terperanjat karena amat kagum melihat indahnya ciptaan Allah itu dan yang paling kagum adalah iblis lalu dipukul-pukulnya kerangka Adam tersebut lantas terdengar bunyi seperti periuk belanga dipukul; seraya ia berucap” . Jika dicermati penafsiran al-Qurthubi terhadap ayat tersebut tidak didukung oleh argument yang kuat karena proses penciptaan adam selama 40 tahun seperti yang dikemukakan oleh al-Qurthubi tidak diketahui rujukannya baik dalam al-Qur’an maupun hadis. Penjelasan yang dikemukan oleh al-Qurthubi terhadap ayat tersebut sulit untuk diterima karena penjelasan demikian seolah menyerupakan perbuatan tuhan dengan perbuatan makhlukNya. Hal tersebut menyebabkan pemahaman terhadap petunjuk al-Qur’an menjadi tafsir taḥlīlī mendapatkan kritik dari Malik bin Nabi yang mengatakan bahwa tujuan utama para ulama menggunakan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman dan pembuktian kemukjizatan al-Qur’an. Kritik ini bisa diterima kalau yang dimaksud adalah pada tahap awal dari lahirnya metode ini, karena dalam kenyataannya hal tersebut tidak ditemukan kecuali pada tafsir tahlili yang bercorak kebahasaan. Ditinjau dari konteks kebahasaan ini, disamping kelebihannya yang menonjol yakni pemahaman kosakata, tidak jarang juga ditemukan sang mufassir member makna yang berlebih atau berkurang dari apa yang seharusnya ditampung oleh kata yang ditafsirkannya. Kitab tafsir yang menekankan uraiannya pada hukum/qh banyak yang dikritik karena penulisannya terlalu menekankan pada pandangan 36 Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 60-6137 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 379. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 15D. RAGAM METODE TAFSIR TAHLILI Secara tehnis dalam menggunakan metode ini, para mufassir tidak seragam ada yang menguraikannya secara ringkas dan sebaliknya ada yang menguraikannya secara terperinci. Menurut Abdul Hayy al-Farmawi ada beberapa ragam tafsir tahlili di antaranya, tafsir bi al- Ma’tsur, tafsir bi al-Ra’yi, tafsir ash Shu, tafsir al Fiqhi, tafsir al Falsa, tafsir al ilmi dan tafsir al Adabi Al Tafsīr bi al-Ma’tsur riwayatSecara bahasa tafsir bil ma’tsur yaitu penafsiran yang menjadikan riwayat sebagai sumber penafsiran sehingga tafsir bil ma’tsur dikenal juga dengan sebutan tafsir bil riwayah/ tafsir dengan periwayatan atau dengan sebutan lain tafsir bi al manqul/ tafsir dengan menggunakan pengutipan. Jadi, Tafsir bil ma’tsur merupakan suatu bentuk penafsiran yang berdasarkan ayat al-Qur’an, hadis nabi, pendapat sahabat atau tabi’in. Pertama, penafsiran ayat al-Qur’an dengan ayat lain. Para ahli tafsir berpendapat bahwa ayat-ayat al-Qur’an saling menafsirkan satu ayat dengan ayat yang lain. Di antaranya ada ayat atau ayat-ayat lain menjabarkan apa yang diungkapkan pada ayat-ayat tertentu. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 1 terdapat kata al-Muttaqin yang kemudian dijabarkan oleh ayat yang berada sesudahnya pada ayat 3-5 yang berbunyi Yaitu orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada kitab al-Qur’an yang telah diturunkan sebelummu serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk 38 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidayah al-Tafsir al-Maudhu’i, h. 24 Rosalinda16 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019dari Tuhannya dan mereka orang-orang yang ada juga ayat-ayat yang panjang lebar menjelaskan ayat-ayat yang mengandung informasi yang lebih ringkas, seperti kisah nabi Musa pada satu surah di jelaskan secara ringkas sementara di surah yang lain diungkapkan lebih rinci. Kemudian ayat-ayat yang mengandung pengertian global dijelaskan ayat-ayat yang mengandung pengertian khusus. Jadi ada ayat-ayat yang am ditafsirkan oleh ayat-ayat yang khas. Ayat-ayat yang mujmal dijelaskan oleh ayat-ayat yang mubayyan. Begitu pula informasi yang terdapat dalam satu ayat kadang kala terlihat tidak sama dengan ayat yang terdapat pada ayat lain. Penafsiran ayat-ayat itu dikompromikan pengertian-pengertian Penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadis nabi saw. Hadis nabi dijadikan para mufassir sebagai bahan yang penting dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an karena setelah al-Qur’an otoritas dalam menafsirkan al-Qur’an berada di tangan nabi Muhammad Saw. Ketiga, Penafsiran ayat al-Qur’an dengan pendapat para sahabat. Generasi sahabat merupakan orang yang paling memahami al-Qur’an setelah Nabi Saw. wafat karena mereka hidup pada saat al-Qur’an masih diturunkan. Mereka mendapat penjelasan langsung dari nabi yang paling paham dengan petunjuk al-Qur’an serta serta terlibat langsung dengan situasi dan kondisi saat al-Qur’an turun. Maka tidak heran jika pendapat-pendapat para sahabat dijadikan bahan penting oleh para mufassir dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. Keempat, Penafsiran al-Qur’an dengan pendapat para tabi’in. Generasi tabi’in dianggap sebagai orang yang paling paham penjelasan al-Qur’an setelah generasi para sahabat karena mereka belajar dengan para sahabat. Oleh sebab itu maka pendapat-pendapat generasi thabi’in dianggap membantu generasi selanjutnya dalam memahami petunjuk al-Qur’ Dalam sejarah munculnya tafsir bil ma’tsur dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu periode Riwayah dan periode Tadwin. 39 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 176. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 17Pertama, Periode Riwayah yaitu masa Rasulullah para shahabat dan tabi’in. Rasul menjelaskan apa yang terkandung dalam makna al-Qur’an kepada para shahabat. Para shahabat adakalanya meriwayatkan kepada yang lain dan kemudian meriwayatkan kepada tabi’in. Oleh karena itu, periode ini disebut juga dengan periode Syafahiyah yaitu pengajaran secara langsung. Kedua, Era Tadwin pembukuan. Pada periode ini dilakukan pencatatan dan pembukuan segala yang diriwayatkan dari Rasulullah dan para shahabat. Jadi, pembukuan telah dimulai pada masa shahabat, tetapi penyusunannya secara sistematis sebagai ilmu yang mandiri dan terpisah dari hadis secara sempurna baru terjadi pada abad ketiga hijriyah. Metode tahlili dengan pendekatan tafsir bi al-matstur memiliki kelebihan, diantaranya Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran, Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika meyampaikan pesan-pesannya, Megikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat, sehingga membatasinya terjerumus dalam subjektitas berlebihan. Namun tafsir bil ma’tsur sangat rentan terhadap masuknya pendapat-pendapat di luar Islam, seperti kaum zindiq Yahudi, Parsi, dan Parsi, dan masuknya hadits-hadits yang tidak Selain itu, terjerumusnya sang mufasir dalam uraian kebahasaan dan kesustrasaan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al-Quran menjadi kabur dicelah uraian itu, Seringkali konteks turunnya ayat uraian asbab nuzulatau situasi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang dipahami dari uraian nasikh mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga ayat tersebutbagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada ditengah-tengah masyarakat tanpa Tafsīr bi al-Ra’yiTafsir bil ra’y merupakan bentuk penafsiran yang bedasarkan hasil nalar ijtihad mufassir sendiri sehingga corak penafsiran mendapat ruang gerak yang luas seperti corak 40 Nur Kholis, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008, Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, 1992, Rosalinda18 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019lsafat, teologi, hukum, sastra, bahasa dan ilmu Ditinjau dari penekanan penyajian penafsirannya meliputi beragam corak disiplin ilmu seperti hukum, tasawuf, lsafat, ilmu pengetahuan, bahasa dan sosial budaya. Corak penafsiran yang beragam berguna dalam memberikan informasi yang rinci pada pembaca terkait situasi yang dialami, kecendrungan dan keahlian setiap pakar Tafsir bi al-Ra’yi merupakan penafsiran yang menjadikan rasio atau hasil pemikiran seorang mufassir sebagai titik tolak sehingga perbedaan antara para mufassir sulit dihindari dibandingkan dengan tafsir bi al-ma’tsur. Oleh sebab itu beberapa ulama tidak menerima penafsiran dengan corak ini serta menamainya dengan istilah al- tafsir bi al hawa, tafsir berdasarkan hawa nafsu. Namun sebagian besar ulama yang menerima tafsir dengan corak ini namun dengan syarat-syarat tertentu. Beberapa ayat yang menjadi dalil dibolehkannya tafsir bil ra’y di antaranya sebagai berikut Apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci? Muhammad/4724 Ini adalah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah agar mereka memperhatikan ayat-ayat dan orang-orang yang mempunyai pikiran dapat memperoleh pelajaran darinya Shad/3829Di antara syarat-syarat yang diberlakukan pada para mufassir dalam menggunakan bentuk tafsir ini adalah memiliki pengetahuan tentang bahasa Arab dan segala seluk beluknya, menguasai ilmu-ilmu al-Qur’an, menguasai ilmu-ilmu yang 42 Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. Nasharuddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, h. 6-7. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 19berhubungan dengan ilmu-ilmu al-Qur’an misalnya ushul qh dan hadis, berakidah yang benar. Mengetahui prinsip-prinsip pokok agama Islam, menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat yang Selain itu para mufassir mempunyai iktikad yang lurus dan benar serta selalu menepati ketentuan agama, ikhlas, berpedoman pada riwayat yang maqbul dan menjauhi bid’ Sementara itu Ali Hasan al-Arid mengemukakan ada enam hal yang mesti dihindari para mufassir yang hendak menggunakan tafsir dengan bentuk bil ra’y yaitu memaksakan diri mengetahui makna yang dikehendaki Allah pada suatu ayat sementara ia sendiri tidak memenuhi syarat untuk itu, mencoba menafsirkan ayat-ayat yang maknanya hanya diketahui oleh Allah swt, mena fsirkan ayat-ayat al-Qur’an karena dorongan hawa nafsu dan sikap istihsān penetapan hukum suatu perkara tidak berdasarkan alasan hukum yang tepat menurut nash, menafsirkan ayat-ayat menurut makna yang tidak terkandung di dalamnya, menafsirkan ayat untuk mendukung mazhab atau aliran sesat tertentu dengan cara menjadikan paham aliran atau mazhab tersebut, menafsirkan ayat-ayat disertai kepastian bahwa makna itulah yang dikehendaki Allah tanpa dukungan dalil-dalil atau memutlakan pendapatnya sendiri dan menyalahkan pendapat yang contoh tafsīr bil ra’y yaitu, dari penjelasan Al-Baqarah 115, yaitu sesuai dengan maksud ayat surat al-Baqarah ayat 150 berikut “niscaya di sana ada Allah, artinya di tepat itu ada Allah, yaitu tempat yang disenangi-Nya dan diperintahkan-Nya kamu untuk menghadap-Nya di situ”. 44 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. Malik Ibrahim, Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an, Sosio Religia, Vol 9, Nomor 3 Mei 2010, h. Ali Hasan al-Arid, Tārikh ilm al-Tafsir wa Manāhij al-Mufassirīn, terjemahan Ahmad Akrom, Sejarah dan Metodologi Tafsir Jakarta Rajawali Press, 1992, Rosalinda20 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Yang dimaksud ialah apabila kamu terhalang melakukan shalat di Masjidil Haram dan Baitul Maqdis, maka janganlah khawatir sebab permukaan bumi telah Ku-jadikan masjid tempat sembahyang bagimu. Dari itu, kamu boleh sembahyang di tempat mana saja di muka bumi ini, dan silakan menghadap ke arah mana saja yang dapat kamu lakukan ditempat itu, tidak terikat pada masjid tertentu dan tidak pula yang lain, demikian pula tidak terikat lokasi mana pun. Hal itu dimungkinkan karena Allah Maha Lapang dan Maha Luas. Dia ingin memberi kelonggaran dan kemudahan kepada hamba-hamba-Nya lagi Maha Mengetahui tentang kemashlahatan dan kebutuhan mereka. Latar belakang ini berdasarkan dengan latar belakang turunnya ayat yang berkenaan dengan shalatnya seorang musar di atas kendaraan di mana dia menghadap arah Tafsir ShuCorak Tafsir Shu mulai muncul saat ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan mengalami kemajuan pesat serta kebudayaan Islam tersebar di penjuru dunia dan mengalami kemajuan dalam berbagai aspeknya. Tafsir dengan corak ini lebih fokus pada aspek dan dari sudut esoterik atau isyarat-isyarat yang tersirat dari ayat oleh para tasawuf. Metode dengan corak ini dibagi menjadi dua yaitu, teoritis dan praktis. Pada bentuk teoritis, mufasir menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan mazhabnya dan sesuai dengan ajaran-ajaran mereka. Mereka menta’wilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari pengertian tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalili Syar’i. Sementara dalam bentuk praktis, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi. Oleh para ulama tafsir yang sejalan dengan al-Tasawuf al Nazhari dinamakan al-Tasawuf al Shu al Nazhari, sementara tafsir yang sesuai dengan al-Tasawuf al-Amali disebut dengan al-Tafsir al- contoh penafsiran dalam tafsir shu47 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 180. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 21“dan Kami mengangkatnya ke tempat paling tinggi”. 57. Ia berkata, “tempat paling tinggi adalah tempat yang diputari rotasi alam raya, yaitu orbit matahari. Disitulah maqam tempat tinggal rohani Idris....”. kemudian Ia berkata lebih lanjut “adapun kedudukan bukan tempat paling tinggi adalah tempat untuk kita, umat Muhammad, sebagaimana telh dijelaskan-Nya,kalian adalah orang-orang yang paling tinggi dan Allah pun senantiasa bersama kalian 35. Jadi yang maksudkan berkenaan dengan Idris ini adalah ketinggian tempat, bukan ketinggian dengan corak ini dapat diterima dengan beberapa syarat, di antaranya, Tidak meninggalkan makna lahir atau pengetahuan tekstual al-Qur’an, Penafsiran diperkuat oleh dalil syara’ yang lain, Penafsiran tidak bertentangan dengan syara’, Mengakui pengertian tekstual terlebih 4. Tafsir FikihCorak Tafsir Fikih adalah tafsir yang lebih cendrung pada tinjauan hukum dari ayat yang di tafsirkan. Tafsir ini banyak di temukan dalam kitab-kitab kih yang dikarang oleh imam-imam dari berbagai mazhab yang berbeda. Tafsir ini muncul seiring dengan kemunculan tafsir bil ma’tsur. Hal tersebut karena dalam pembinaan masyarakat Islam di Madinah nabi banyak sekali mendapat pertanyaan dari para sahabat terkait dengan pertanyaan hukum. Kemudian jawaban-jawaban nabi tersebut secara lisan diriwayatkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Para sahabat setelah Rasulullah wafat banyak melakukan ijtihad dalam menetapkan hukum-hukum terkait dengan persoalan-persoalan yang belum ada pada masa Rasulullah dan tidak ditemukan hadis yang membahas persoalan 48 Manna Khil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur ’an, Roshian Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, 2005, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 179. Rosalinda22 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20195. Tafsir Falsa Tafsir Falsa merupakan ilmu tafsir yang menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan lsafat. Pendekat lsafat yang digunakan adalah pendekatan yang berusaha melakukan sintesis dan siskretisasi antara teori-teori lsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an, selain itu juga menggunakan pendekatan yang berusaha menolak teori-teori lsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Di antara ulama yang membela pemikiran lsafat adalah Ibn Rusyd seorang losof terkenal yang berasal dari spanyol Islam dengan menulis buku dengan judul Tahafut al Tahafut yang berisi sanggahan terhadap karya Imam al-Ghazali yaitu Tahafut al Falāsifah. Sementara ulama yang dianggap menolak pemikiran lsafat di antaranya Imam al-Ghazali dan Fakh al Din al-Razi dengan kitab tafsirnya Mafātih 6. Tafsir IlmiTafsir ini mulai muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, sehingga tafsir ini dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan almiah atau dengan menggunakan teori- teori ilmu pengetahuan. Dalam tafsir ini mufasir berusaha mengkaji Al-Qur’an dengan dikaitkan dengan gejala atau fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini. Namun, yang sangat disayangkan adalah pada tafsir ini terbatas pada ayat-ayat tertentu dan bersifat parsial, terpisah dengan ayat-ayat lain yang berbicara pada masalah yang sama. Dalam perkembangannya saat ini tafsir ilmi menjadi tafsir maudhū’I karena ayat-ayat al-Qur’an dipilah pilah dalam disiplin ilmu lalu ditafsirkan merujuk pada teori-teori 7. Tafsir Adab Al-Ijtima’i Tafsir Adabi Al-Ijtima’i adalah suatu metode tafsir yang coraknya menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat Al-Qur’an yang 51 M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. M. Quraish Shihab dkk, Sejarah dan Ulum al-Q ur’an, h. 183. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 23berkaitan langsung dengan kehidupan kemasyarakatan, serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah kemasyarakatan berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dengan mengemukakannya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan indah didengar. Para mufassir dalam corak tafsir ini tidak membahas secara rinci penjelasan pengertian bahasa yang rumit namun menurut mereka yang penting adalah menyampaikan misi al-Quran terhadap pembaca. Corak tafsir ini baru muncul pada masa Para mufassir ada yang menyajikan penjelasan terhadap ayat-ayat secara terperinci dengan menggunakan Tafsir taḥlīlī bil ma’tsur. Di antara kitab tafsir yang masuk ke dalam kelompok al-Ma’tsur adalah tafsir karya Ibn Jarir al-abari H berjudul Tafsīr al-abari, Tafsīr al-Qur’an al-Azhim karya Ibnu Katsir dan al-Durr al-Mantsur tafsir bi al-Ma’tsur karangan al-Suyuthi H. Sementara kitab tafsir bi al-ra’yu di antaranya adalah al-Jami’ al Ahkām al-Qur’an karya al-Qurthubi, Kitab tafsir al-Tafsīr al-Kabīr wa Mafātih al-Ghayb karangan Fakhr al-din al-Razi w. 606 H dan al-Kasyāf an haqaiq al-Tanzil wa uyun al-aqawil wujuh al-ta’wīl karya Mahmud bin Umar al-Zamakhsyari w. 538. Berikut contoh tafsir bil ra’y yang beorientasi pada corak disiplin tertentu seperti corak hukum Ahkām al-Qur’an karya Jashshash w. 370, Bercorak su Haqaiq al-Tafsīr karya al-Sulami w. 412, bercorak ilmu pengetahuan al-Qur’an wa ilmu Hadits karya Abd al-Razzaq Naufal w. 1354, serta tafsir yang bercorak sastra sosial kemasyarakatan tafsīr al-Maraghi karya Ahmad Mustafa al-Maraghi w. 1945 M.54E. LANGKAHLANGKAH PENAFSIRAN TAHLILI DAN CONTOHNYADalam menerapkan metode ini pada umumnya mufassir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an, ayat demi 53 Abd Hayy al-Farmawi, al-Bidāyah al-Tafsīr al-Maudhū’i, h. Lihat Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an, h. 50. Rosalinda24 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019ayat dan surat demi surat sesuai urutan bacaan yang terdapat dalam al-Qur’an mushaf. Penyajian meliputi berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti kosakata, latar belakang turun ayat asbab nuzul ayat, munasabah ayat, pendapat-pendapat berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut baik yang disampaikan nabi, sahabat maupun para tabi’ Mufassir dalam menggunakana Metode tahlili dalam menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dilakukan dengan menempuh cara sebagai berikut Per tama , Menyebutkan sejumlah ayat pada awal pembahasan Pada setiap pembahasan dimulai dengan mencantumkan satu ayat, dua ayat, atau tiga ayat Al Qur’an untuk maksud tertentu, yaitu keterangan global ijmal bagi surat dan menjelaskan maksudnya yang Kedua, Menjelaskan arti kata-kata yang sulit. Setelah menafsirkan dan menyebutkan ayat-ayat yang akan dibahas kemudian diuraikan lafadz yang sulit bagi kebanyakan pembaca. Penafsir meneliti muatan lafadz itu kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah memerhatikan berbagai hal yang munasabah dengan ayat itu. Ketiga, Memberikan garis besar maksud beberapa ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Keempat, Menerangkan konteks ayat. Untuk memahami pengertian satu kata dalam rangkaian satu ayat tidak bisa dilepaskan dengan konteks kata tersebut dengan seluruh kata dalam redaksi ayat itu. Kelima, Menerangkan Sebab-sebab turun ayat. Menerangkan sebab-sebab turun ayat dengan berdasarkan riwaat sah. Dengan mengetahui sebab turun ayat akan membantu dalam memahami ayat. Hal ini dapat dimengerti karena ilmu tentang sebab akan menimbulkan ilmu tentang akibat. Keenam, Memerhatikan keterangan-keterangan yang bersumber dari nabi dan sahabat atau tabi’in. Cara menafsirkan al-Qur’an yang terbaik adalah mencari tafsirannya dari al-Qur’an, apabila tidak dijumpai di dalamnya maka mencari tafsirannya dari sunnah. Apabila sunnah 55 Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, h. Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007, h. 68. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 25tidak dijumpai, maka dikembalikan kepada perkataan sahabat dan tabiin. Ketujuh, Memahami disiplin ilmu tertentu. Dinamika transformasi peradaban akan membawa pengaruh terhadap pemahaman al-Qur’an. Sudah jelas Al Qur’an sangat menghargai transformasi peradaban yang sarat dengan inovasi-inovasi ilmiah. Al-Qur’an sangat menghargai penemuan-penemuan ilmiah dengan berprinsip pada ada tidakya redaksi ayat yang dapat membenarkan penemuan umum langkah-langkah dalam metode tahlili dalam kitab-kitab tafsir meliputi tujuh langkah. Per tama , penjelasan munasābah ayat baik antara ayat satu dengan ayat yang lain maupun antara satu surah dengan surah lain. Kedua, penjelasan sebab turun ayat jika ada. Ketiga, pengertian umum kosa kata ayat dalam al-Qur’an terkait juga dengan i’rab dan ragam qira’at. Keempat, penyajian kandungan ayat secara umum dan maksudnya. Kelima, penjelasan kandungan balāghah al-Qur’an. Keenam, penjelasan hukum qh yang diambil dari ayat. Ketujuh, menerangkan makna dan tujuan syara’ yang terdapat dalam al-Qur’an yang disandarkan pada ayat-ayat lainnya, hadits Nabi Saw, pendapat para sahabat dan tabi’in selain ijtihad mufassir sendiri. Terutama tafsir yang bercorak al- tafsir al’ilmi penafsiran dengan ilmu pengetahuan atau al-Tafsīr al-Adabi al-Ijtima’i umumnya mengutip pendapat para ilmuan sebelumnya, teori ilmiah dan Dalam prakteknya para mufassir dalam menggunakan metode tahlili tidak sama dalam urutan langkah-langkahnya. Ada juga yang tidak menggunakan salah satu dari langkah tersebut, jadi lebih tergantung kepada hal yang dipandang penting oleh mufassir. Berikut contoh penggunaan langkah-langkah dalam metode taḥlīlī pada kitab tafsir karangan al-abari dan Fakhrudin al-Razi dan tafsir Ibn Asyur. 57 Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, h. M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulum al-qur’an, h. 173-174. Selanjutnya h-h yang berkembang dari langkah-langkah metode tafsir tahlili adalah menampilkan faedah dari nash ayat, hikmah persyariatan dalam ayat, I’jaz keilmuan dalam nash al-Qur’an, penjelasan historis masyarakat, kandungan pengetahuan insane dan sosial kontemporer. Lihat Saeful Rokim, Mengenal Metode tafsir tahlīli, Jurnal staialhidayah bogor, 2017, h. 53. Rosalinda26 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 20191. Tafsir karya al-abari HTafsir al-abari merupakan tafsir pertama di antara kitab-kitab tafsir dari segi zaman karena merupakan tafsir bil ma’tsur yang paling tua yang sampai ke tangan kita dan dari segi penulisan dan penyusunan karena memiliki metode tersendiri yang menarik yang menjadikannya berbobot dan Al-abari dalam menafsiran al-Qur’an menggunakan metode taḥlīlī. Dia memulai penafsirannya dengan menyebutkan terlebih dahulu nama surah, penjelasan sebab turun ayat jika ada, kemudian masuk kepada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan menampilkan riwayat-riwayat dari Nabi Saw, sahabat dan para tabi’in dalam setiap penafsirannya. Setelah itu menjelaskan perbedaan qira’at bila ayat al-Qu’an yang dibahas mengandung perbedaan-perbedaan qira’at. Dalam menjelaskan ayat al-Qur’an bila terdapat perbedaan riwayat tentang makna kata dari suatu ayat al-Qur’an, dia menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu kemudian melakukan tarjih terhadap pendapat yang Tafsir karya Fakhr al Razi w. 606 H Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya al-Tafsīr al-kabīr wa mafātih al-Ghayb menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an al-Razi memulainya dengan menyebutkan munāsabah ayat. Setelah itu ia menyajikan berbagai macam qira’at dan juga sebab turun ayat jika surat tersebut memiliki asbābun nuzūl ayat. Ia juga melakukan analisis bahasa secara panjang lebar. Menyebutkan nama surat, tempat turun dan jumlah ayatnya, misalnya surat al-Zalzalah. Surat ini termasuk dalam kategori surat Madaniyah dan terdiri dari delapan ayat. Al-Razi juga seringkali menyajikan pertanyaan-pertanyaan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Dan pada akhir setiap penafsiran surat, al-Razi menutupnya dengan wallahu a’lam dan ucapan shalawat kepada Nabi Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsīr wa al Mufassirūn, Kairo Maktabah Wahbah, 19976 Juz I/ Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern, Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 17. 61 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir, h. 59-61. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 273. Tafsir Ibn Asyur HDalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, Ibn Asyur menggunakan metode taḥlīlī. Dalam menyajikan penafsiran dalam kitab tafsirnya, ia terlebih dahulu menjelaskan nama surah dan nama-nama lainnya jika ada, menjelaskan keutamaannya, menjelaskan Makkiah atau Madaniyah ayat dan jumlah ayat. Menjelaskan kandungan surah secara global dalam poin-poin yang berbeda-beda sesuai dengan masalah dan tema yang dibahas dan sesuai dengan susunannya dalam al-Qur’an. Menjelaskan kandungan ayat demi ayat atau beberapa ayat yang memiliki masalah atau tema yang sama secara rinci. Dimulai dari pemaknaan kosakata dengan i’rab dan pemaparan i’jaz lughawi-nya terkadang menjadikan syair-syair Arab jahili sebagai syawāhid atau penguat kebahasaannya. Ibnu Asyur juga memberikan penjelasan tentang munāsabah ayat, sebab turun ayat, naskh dan mansukh dan CONTOH METODE TAFSIR TAHLILI ALTHABARIUntuk menggambarkan penafsiran ayat al-Qur’an yang menggunakan metode tafsir taḥlīlī, berikut kutipan penafsiran potongan ayat 34 dalam surat an-Nisa’ [4] yang ditafsirkan oleh al-abari dalam karyanya Jami’ al-Bayān Tafsīr al-Qur’an al-Karīm jilid 1. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah Rosalinda28 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita” adalah kaum laki-laki merupakan orang yang bertugas mendidik dan istri-istri mereka dalam melaksanakan kewajiban terhadap Allah dan suami , yakni kelebihan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istr inya itu disebabkan pemberian mahar, pemberian nafkah dari hartanya dan merekalah yang mencukupi kebutuhan isti-istri mereka. Itu merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada kaum laki-laki atas istri-istri mereka. Oleh karena itu mereka menjadi pemimpin atas istri-istri mereka sekaligus orang yang melaksanakan apa yang Allah wajibkan kepada mereka dalam urusan istri-istri mereka. Kemudian al-abari menyebutkan beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut, di antaranya Disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang suami yang menampar istrinya, kemudian dia dilaporkan kepada Rasulullah Saw tentang perbuatannya itu, dan Rasulullah memutuskan qishash Lalu al- abari menyebutkan 62 Surat an-Nisa’ 4 ayat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān an ta’wīl ayatil Qur’an, Beirūt Dār al Fikr, 2005, h. Redaksinya Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 29beberapa riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Di antaranya . ” . “ Makna Firman Allah adalah itu karena mereka laki-laki telah memberikan mahar kepada perempuan, serta menginfakkan nafkah kepada kaum perempuan. Lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Dengan demikian maknanya adalah kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah memberikan kelebihan kepada mereka dan karena mereka telah memberikan nafkah kepada kaum perempuan yang diambil dari sebagian harta mereka. Huruf pada rman Allah dan mengandung makna mashdar masdariyyah.66 Takwil rman Allah . Makna rman Allah wanita yang shalih adalah wanita-wanita yang lurus dalam menjalankan agama dan melakukan kebaikan, lalu al-abari menyajikan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Ada yang berpendapat bahwa maksud rman Allah adalah wanita-wanita yang taat kepada Allah dan suami-suaminya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Makna rmannya adalah wanita-wanita yang menjaga diri saat suaminya sedang tidak ada ditempat, baik dengan menjaga kemaluan, kehormatan dirinya, maupun harta suaminya serta memelihara dirinya dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik menyangkut hak Allah maupun hak Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2421. Rosalinda30 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Terjadi perbedaan pendapat qira’at dalam membaca rman Allah , mayoritas qari membaca rman Allah itu dengan qira’at yang berlaku diberbagai belahan dunia Islam dengan rafa’ lafaz Allah yang maknanya adalah dengan pemeliharaan Allah terhadap mereka sebab Allah telah membuat mereka menjadi seperti itu. Maksudnya yaitu dipelihara oleh dzatnya. Lalu al-abari menyebutkan riwayat-riwayat yang sesuai dengan pendapat tersebut. Abu Ja’far Yazid bin al Qa’qa’ al Madani membacanya ﺏ, yang maknanya adalah karena mereka istri-istri memelihara Allah dengan menaati-Nya dan menunaikan hak-Nya sesuai dengan yang Allah perintahkan kepada mereka yaitu memelihara diri ketika suami mereka sedang tidak ada di tempat. Qira’at yang benar untuk rman Allah tersebut adalah qira’at yang muncul tanpa mengandung cacat dan dapat ditetapkan hujjahnya. Qira’at yang benar adalah qira’at dengan rafa’ nama Firman Allah , ahli ta’wil berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa maknanya adalah wanita-wanita yang kalian ketahui nusyuznya. Menurut mereka kata takut dirubah menjadi tahu, sebagaimana ucapan seorang penyair Jangan sekali-sekali engkau menguburku di tanah yang tandus, sesungguhnya aku takut, jika aku mati kelak, aku tidak akan dapat merasakannya khamer lagi. Maknanya adalah “sesungguhnya aku mengetahui”.Makna kata nusyuz pada rman Allah adalah kecongkakan mereka terhadap suami mereka, penghindaran mereka dari tempat tidur suami mereka dengan melakukan kemaksiatan, menyalahi suami mereka pada hal-hal yang diwajibkan oleh Allah kepada mereka untuk taat kepada suami mereka, kebencian mereka, dan keberpalingan mereka dari suami-suami mereka. Makna asal kata an-nusyuyz adalah al-Irtifā’ meninggi. Oleh karena itu, tempat yang tinggi disebutkan dengan nasyz dan Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 31Makna rman-Nya adalah ingatkanlah mereka kaum perempuan atau para istri kepada Allah dan takutilah mereka dengan ancaman Allah bila mereka melakukan hal-hal yang telah diharamkan Allah kepada mereka, padahal Allah telah mewajibkan mereka untuk taat kepada suami rman Allah , ahli ta’wīl berbeda pendapat tentang makna rman Allah tersebut. Sebagian berpendapat bahwa makna rman Allah tersebut adalah “Wahai para suami nasehatilah mereka istri-istri kalian terkait dengan nusyuz yang mereka lakukan terhadap kalian. Jika mereka enggan kembali kepada kebenaran dalam hal itu, sementara telah diwajibkan terhadap mereka atas kalian, maka pisahkanlah mereka dengan tidak menggauli mereka ditempat tidur kalian. Sementara ahli ta’wīl lainnya berpendapat bahwa maknanya adalah pisahkanlah mereka. Acuhkanlah mereka karena mereka tidak bersedia tidur bersama kalian, hingga mereka kembali ketempat tidur al hajr dalam bahasa Arab hanya memiliki salah satu dari tiga makna berikut ini1. Hajara ar-ra jul kalāma ar-ra juli wa haditsahu seseorang menolak dan tidak bicara dengan orang lain. Maksudnya dia menolah dan tidak berbicara dengan orang itu. 2. Banyak bicara dengan mengulang-ulang pembicaraan tersebut, seperti perkataan orang yang mengejek. Dikatakan Hajara Fūlanuhu kalāmihi hajrān Fulan berbicara tidak karuan dan memanjangkan Hajara al ba’iira seseorang mengikat unta, maksudnya, pemiliknya mengikatnya dengan hijar yaitu tali yang diikatkan di kedua pahanya dan pergelangan kaki bahasa Arab, al-hajar hanya memiliki salah satu dari tiga makna tersebut. Jadi, suami dari seorang istri yang dikhawatirkan berbuat nusyuz hanya diperintahkan untuk mengingatkan istrinya agar taat kepada dirinya dalam hal-hal yang telah Allah wajibkan 70 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2428. Rosalinda32 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019kepada istrinya yaitu menyetujuinya bila ia mengajak istrinya itu ke tempat tidurnya. Takwil rman Allah maknanya adalah “wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah, maka ikatlah mereka dengan tali, di rumah mereka dan pukullah mereka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian. Sifat pukulan yang dobolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak rman Allah maknanya adalah “Wahai manusia, jika istri-istrimu yang kalian khawatirkan nusyuznya ketika kalian menasehati mereka, maka janganlah kamu memisahkan di tempat tidur mereka. Jika mereka tidak menaati kalian, maka pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka. Jika ketika itu mereka kembali menaati kalian dan kembali kepada kewajiban kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyakiti dan menyusahkan mereka dan janganlah kalian mencari-cari cara untuk meraih sesuatu yang tidak halal bagi kalian dari tubuh dan harta mereka dengan suatu alasan. Takwil rman Allah maknanya adalah Allah berrman sesungguhnya Allah Maha Tinggi atas segala sesuatu, maka janganlah kalian wahai manusia mencari-cari jalan untuk menyusahkan istri-istri kalian pada apa-apa yang Allah wajibkan kepada mereka terhadap hak KESIMPULANMetode tafsir taḥlīlī dalam perkembangannya dianggap muncul setelah metode ijmālī karena pada masa sahabat, mayoritas sahabat tidak membutuhkan penjelasan yang rinci, hal tersebut disebabkan kemampuan bahasa Arab sahabat yang memadai sehingga tidak memiliki kesulitan dalam memahami ayat al-71 Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. Abi Ja’far Muhammad bin jarir al abari, Jami’ al Bayān, h. 2434. Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 33Qur’an dan banyak para sahabat yang menyaksikan bahkan terlibat langsung dengan kondisi saat ayat al-Qur’an diturunkan. Namun seiring perkembangan zaman, umat Islam jumlahnya semakin bertambah tidak hanya dari orang Arab tapi juga non-Arab yang membutuhkan penjelasan petunjuk al-Qur’an secara lebih rinci. Oleh karena itu Metode taḥlīlī hadir menyajikan tafsir al-Qur’an berdasarkan urutan ayat-ayat al-Qur’an dalam mushaf ditinjau dari berbagai aspeknya. Jadi, metode tafsir taḥlīlī ini dibagi oleh beberapa ulama menjadi beberapa macam, yaitu tafsir bi al-Ma’tsūr, bi al-Ra’yi, Shūfī, Fiqhī, Falsafī, Ilmī, dan Adabī al-Ijtimā’ī. Semua bentuk tafsir taḥlīlī memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri. Tafsir bi al ma’tsūr adalah tafsir yang penafsirannya dengan menggunakan ayat-ayat lain, riwayah Nabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Tafsir bi al-ra’yi adalah tafsir yang penafsirannya menggunakan metode ijtihad dan penalaran. Tafsir shu adalah tafsir yang menekankan pada isyarat-isyarat yang terdapat pada ayat yang dikemukakan oleh tasawuf. Tafsir qhī adalah tafsir yang menekankan pada tinjauan hukum dari ayat yang ditafsir. Tafsir falsafī adalah tafsir yang menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan lsafat. Tafsir ilmī adalah tafsir yang menggunakan pendekatan ilmiah atau teori-teori ilmu pengetahuan. Tafsir yang terakhir adalah adabī al-ijtimā’ī , yaitu tafsir yang menjelaskan kepada hubungan dengan kemasyarakatan. Tafsir taḥlīlī jika dibandingkan dengan metode tafsir lainnya memiliki ciri khusus, ciri-ciri tersebut adalah Pertama , Para Mufasir menafsirkan ayat per ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf utsmani, yaitu dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri oleh surat an-Nas. Kedua, Para Mufasir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harah setiap kata maupun asbābun nuzulnya. Ketiga, Jika dilihat Bahasa yang digunakan metode taḥlīlī tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir halnya metode tafsir yang lain, metode tafsif taḥlīlī ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan tafsir ini adalah ruang lingkupnya luas, memuat berbagai ide dan masih banyak lagi kelebihan dari tafsir ini. Sementara itu di antara kekurangan metode ini yaitu al-Qur’an sebagai Rosalinda34 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019petunjuk terlihat menjadi parsial, menghasilkan penafsiran yang subyektif, masuknya pemikiran isra’iliat, dan lain-lain. Dalam sejarahnya Metode tafsir tahlili dalam dunia Islam dimulai sejak ditulisnya tafsir Jamī’ul Bayān fī Tafsīr al-Qur’ān karya Ibnu Jarir at-abari. Karya at-abari ini dianggap sebagai tafsir tertua yang menggunakan metode tahlili. Imam at-abari dalam menjelaskan ayat-ayat demi ayat dengan menunjuk kepada Hadist Nabi, ucapan sahabat, aspek kebahasaan dan bebeberapa sumber lainnya untuk menjelaskan ayat tersebut. Upaya penafsiran seperti ini kemudian banyak diikuti oleh mufassir lain seperti Ibnu Katsir dan as-Suyuthi.[] Tafsir TahliliHIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019 ~ 35DAFTAR PUSTAKAAnwar, Roshian, Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka Setia, Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern. Jakarta Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rohi, al-Mawrid A Modern Arabic-English Dictionary. Beirut Dar el Ilm lil Malayin, Muhammad Husain, al Tafsīr wa al-Mufassirūn. Mesir Dār al-Kutub al-Haditsah, 1976, Jilid. 1, cet. Abd Hayy. al-Bidāyah al-Tafsīr al-Maudhū’i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū’iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū’I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur’an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, 1989. Hana, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, Malik, “Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’an”, dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. Jakarta Pustaka pelajar, Badri, Se jarah Perkembangan Tafsir al-Qur’an. Bandung CV Pustaka Setia, Nur, Pengantar Al-Qur’an dan Hadis, Yogyakarta Sukses oset, 2008Muhammad bin Mukrim bin Ali Abu al-Fadil Jamaluddin bin Manzur, Lisān al-Arabi, Juz 11, Beirut Dār Sadir, 1414 Fariz, “Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan” dalam Pengantar Kajian al-Qur’an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2007 Rosalinda36 ~ HIKMAH, Vol. XV, No. 2, 2019Saeful Rokim, “Mengenal Metode tafsir taḥlīlī ”, Jurnal staialhidayah, Bogor, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, Hujair A. H., “Metode TafsirPerkembangan Metode Tafsirmengikuti warna atau corak mufassirin”, Al-mawarid, Muhammad Baqir, al Tafsīr al Maudhū’i wa al-Tafsīr al-Tajzii l Qur’anil karīm. Beirut Dar al Ta’aruf, M. Quraish, dkk. Sejarah dan Ulum al-Qur’an. Jakarta Pustaka Firdaus, Kaidah Tafsir Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an. Jakarta Lentera Hati, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam kehidupan Masyarakat, Bandung Mizan, dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Bandung Pustaka Islamika, 2012. Sya’i, Rachmat, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung Pustaka SETIA, Abi Ja’far Muhammad bin Jarir, Jami’ al Bāyan an ta’wīl ayatil Qur’an. Beirut Dar al Fikr, Ahmad bin Faris bin, Mu’jam Maqāyis al-Lugah. Juz 2, Beirut Dār al-Fikr, 1999. Al-Zarkasyi, Badr al-Din, al Burhān ulūm al-Qur’an. Beirut Dār al-Kutub al Ilmiyahh,1988, Jilid Abd al Azhim, Manāhil al-Irfan Ulum al-Qur’an. Mesir Mustafa al-Babi al-Halabi, Jilid “Metode Tafsir Taḥlīlī ”, dalam Diya al-Afkar, Juni 2016. ... Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode tafsir tahlili. Metode tahlili atau yang disebut metode analisis adalah suatu metode tafsir yang menerangkan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai aspek Rosalinda, 2020. Sumber data penelitian ini meliputi primer dan sekunder. ...Nadia AzkiyaEka Mulyo YunusRisda Alfi Fat HannaHalimatussa’diyah Halimatussa’diyahThis study aims to determine the diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122. This study uses a qualitative approach through the method of tahlili interpretation analysis. The results and discussion of this study indicate that there is a view of the Al-Qur’an on diaspora for the achievement of national education development. This study concludes that good human resources and education can be realized by superior people. Diaspora is believed to have superior potential so that it can play a role in the process of achieving national education development by sharing and conveying the knowledge that has been obtained. This study recommends academics and researchers to develop further related to this research, to find out diaspora in the view of the Al-Qur’an Study of the Al-Qur’an Surah At-Taubah verse 122.Achmad NasrullohAbstrak This study aims to determine the attitudes or intellectual character of modernism and salafism that exist in pesantren academics who are also university students in responding to some of the problems they have encountered. The results of this study indicate that Mambaus Sholihin students use the intellectual character of modernism and salafism in answering several problems, in this case in the form of a view on professional zakat and an analysis of the verses of At-Taubah. Then in a review of Karl Mannheim's social theory on social action and the meaning of behavior of students of Santri Mambaus Sholihin which contains 3 object meanings. First, the objective meaning is that students of Mambaus Sholihin students have views on several things related to professional zakat and provide. The two meanings are expressive, that they view intellectual modernism as a type of thought that prioritizes rationality from contemporary and classical references that tend to tectulize from the Al-Qur'an and the Prophet's Hadith. The third documentary meaning is that the intellectual character of modernism and salafism has become something that is very inherent in santri students in answering various problems found from classical or contemporary reference Kunci Intelektual Modernisme, Intelektual Salafisme. Amrin AmrinAdi PriyonoRanowan PutraDiscourse on interpretation does not only rely on two main sources, namely the Qur'an and Hadith, but also on the opinions of friends. The purpose of this study is to examine the methods used by scholars in understanding the verses of the Qur'an. This study uses a descriptive qualitative method with library research by focusing on reference data sources regarding the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends. The data analysis technique used descriptive qualitative with inductive analysis. The results of the study show that the interpretation of the Qur'an with the opinion of friends is classified as a product that occurred in classical times because the interpretation carried out as a reference product. The friends interpreted the Qur'an with their opinions based on knowledge and knowledge of the Qur'an in the form of an explanation of the meaning and asbabul nuzul because of the revelation of the verse which consisted of from the social contextual of the community, community history, the causes of its descent, meaning which is still general, as well as all the meanings contained in the Qur'an which includes fiqh, worship, aqidah, morals related to human life based on its rules first, Companions in conveying their words must be correlated with the Qur'an and Hadith. Second, the Companions interpreting the verses of the Qur'an must pay attention to the instructions that have been outlined. Third, the Companions used Ijtihad in explaining the Qur'an without changing the meaning and content of the Qur'an. Thus, this ability to maintain the authenticity and sanctity of the Qur'an as a revelation of Allah and becomes a major need in the current context in producing solutions to problems that arise requires a legal YahyaKadar M. YusufAlwizar AlwizarTafsir is one way to find out and show the meaning and intent according to the content of the verses of the Qur'an. The purpose of this research is to reveal what methods can be used in interpreting the Qur'an. The research method used is library research. The tafsir methods used by mufassir on the interpretation of the Qur'an can be grouped into four methods; First, the method of ijmali interpretation. Second, the method of tahlili interpretation. Third, the maudhu`i interpretation method. Fourth, the method of interpretation of muqaran. The division of this category is a new categorization, because this category exists after research in various commentary books, as a result, experts in science divide the method of interpretation used by interpreters as 4 kinds. The four interpretation methods commonly used by the mufassir, each have advantages and disadvantages. Although the methods of interpreting the Qur'an are different, the essence remains the same, namely the mufassir trying to explain the meaning of the verses of the Qur'an for themselves and RokimMetode tafsir tahlili merupakan salah satu metode dalam tahlili berusaha menganalisa dan menjelaskan ayat-ayatal-Qur‟an secara keseluruhan dan meliputibacaan ayat, bangunan nahwu dan sharaf, sebab nuzul ayat, maknagelobal dari ayat, hikmat pensyariatan dan al-Qur‟anyang menggunakan metode ini sangat bermanfaat bagi para penuntutilmu khususnya bidang ilmu al-Qur‟an untuk memperdalampemahamannya tentang al-Qur‟an dan tidak tepat bagipara Tafsir tahlili, Metode Tafsir, TahliliHujair SanakyIn interpreting the Holy Quran at least comprises of four methods general understanding method of Quran, detail understanding method of the Holy Scripture, comparative understanding method of the Holy Book, and thematical/topical interpreting method of Quran. The interpreting the verses of the Holy Qoran influenced by those four methods and the background of the interpreters themselves. Each method has the characteristics either its weakness or its strength. For that reason, there is no the best method for understanding according to the writer of this article in term of interpreting Quran nowadays the topical/thematical method is very urgent to answer and to solve Moslem communities. Keywords metode, mufassir, corak, Alquran, dan maudu’ fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara PenerapannyaAbd Al-FarmawiHayyAl-Farmawi, Abd Hayy. al-Bidāyah fi al-Tafsīr al-Maudhū'i Dirāsah Manhajiyyah Maudhū'iyyah. terjemahan Rosihon Anwar, Metode Tafsir Maudhū'I Dan Cara Penerapannya. Bandung Pustaka Setia, tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-NasyarMuhsin HamidAbdHamid, Muhsin Abd, Tathawwur tafsīr al-Qur'an, Dārul Kutub wa an-Nasyar, HanafiHanafi, Hasan, Islam in the Modern World Vol. 1 Religion, Ideologi and Development. Heliopolis Dar Kebaa Bookshop, dan Pendekatan Tafsir al-Qur'anMalik IbrahimIbrahim, Malik, "Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur'an", dalam Sosio Religia, vol 9, nomor 3 Mei Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajarNasharuddin IsawiBaidanIsawi, Nasharuddin Baidan. Metodologi Penafsiran al-Qur'an. Jakarta Pustaka pelajar, Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka SetiaBadri KhaerumanKhaeruman, Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur'an. Bandung CV Pustaka Setia, sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'anFariz PariPari, Fariz, "Tafsir sebagai Hermeneutika Islam Kajian dan Terapan" dalam Pengantar Kajian al-Qur'an, Kusmana dan Syamsuri ed. Jakarta Pustaka al-Husna Baru, Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur RahmanAhmad SalehSyukriSaleh, Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur Rahman. Jakarta Gaung Persada Press, 2007. Tujuanpenelitian ini adalah ingin mengetahui penafsiran qolbun salim dalam Al Quran, ciri-ciri qolbun salim dan cara mendapatkannya. Penelitian ini dilakukan dengan metode tahlili, yaitu menafsirkan ayat-ayat Al Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat ditafsirkan serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
loading...Tuan Guru Miftah el-Banjary, pakar ilmu linguistik Arab asal Banjar Kalimantan Selatan. Foto/Ist Tuan Guru Miftah el-BanjaryPakar Ilmu Linguistik Arab dan Tafsir Al-Qur'an,Pensyarah Kitab Dalail KhairatMetodologi Tafsir Al-Qur'an dibagi menjadi empat macam, yaitu metode Tahlili, metode Ijmali, metode Muqarin, dan metode Maudhu'i. Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan arti tafsir Al-Qur'an bahasa Arab القرآن تفسير yaitu ilmu pengetahuan untuk memahami dan menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur'an dan isinya berfungsi sebagai mubayyin pemberi penjelasan. Kemudian menjelaskan tentang arti dan kandungan Al-Qur'an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami dan samar artinya. Baca Juga Berikut penjelasan empat metodologi Tafsir Al-Qur'an1. Metode Tahlili AnalitikMetode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan. Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini dsebut sebagai metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat Al-Qur'an sebagaimana tercantum dalam Al-Qur' ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosakata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena metode ini menghasilkangagasan yang beraneka ragam dan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat teoretis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa terlalu "mengikat" generasi Metode Ijmali GlobalMetode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan tidak panjang tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara Metode MuqarinTafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang diperbandingkan Metode Maudhu'i TematikTafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam Al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut. Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebabsebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubunganhubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum Tafsir Al-Qur'anSetiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab fiqih, kecenderungan sufisme dari ahli tafsir itu sendiri sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Darraz mengatakan dalam an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut"Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan tidak mustahil jika kita mempersilakan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat."Di antara berbagai corak itu antara lain adalahCorak Sastra Bahasa Munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur'an di bidang Filsafat dan Teologi Corak ini muncul karena adanya penerjemahan kitab-kitab filsafat yang memengaruhi beberapa pihak serta masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang pada akhirnya menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir Penafsiran Ilmiah Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka muncul usaha-usaha penafsiran al-Qur'an sejalan dengan perkembangan ilmu yang Fikih Akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya madzhabmahzab fikih maka masing-masing golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat Tasawuf Akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka muncul pula tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak Sastra Budaya Kemasyarakatan Corak ini dimulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, usahausaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak didengar. Baca Juga rhs
.